PTK [BAB II] Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Team Assisted Individualiszation (TAI) pada Mata Pelajaran Fiqih
Jumat, 28 Agustus 2015
Tambah Komentar
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Tinjauan
tentang Hasil Belajar
- Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah “sesuatu yang diadakan oleh usaha
belajar peserta didik”[1]. Tidak
jauh dari pengertian tersebut Mulyono Abdurrohman mendefinisikan hasil belajar
sebagai “kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar”.[2]
Soejono mendifinisikan hasil pendidikan yaitu “situasi
kematangan anak didik pada akhir usaha pendidik”.[3] Sedangkan
Nana sudjana memberikan definisi hasil belajar adalah “kemampuan yang dimiliki
oleh siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya”.[4]
Dari pendapat para pakar di atas dapat dirumuskan secara
sederhana bahwa hasil belajar adalah sesuatu yang dicapai seseorang setelah melakukan aktivitas-aktivitas sesuai kemampuan
yang dimiliki. Atau hasil belajar dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai peserta didik
setelah
berinteraksi dengan lingkungan belajar sehingga menghasilkan tingkah
laku
atau kecakapan
baru
yang relatif permanen.
- Macam-Macam Hasil Belajar
Muhibbin Syah dalam bukunya yang berjudul psikologi
pendidikan dengan pendekatan baru mencatat bahwa “Bloom dan kawan-kawannya
mengelompokkan hasil belajar sesuai dengan taksonomi Bloom yaitu ke dalam
kawasan kognitif, afektif dan psikomotor”.[5]
Dalam
buku Belajar & Pembelajaran, Dimyati mengutip teori Bloom mengatakan bahwa “taksonomi ini mampu untuk mempelajari jenis perilaku
dan
kemampuan internal
akibat”.[6]
Secara
hierarkis taksonomi
ini
terperinci dalam urutan, sebagai berikut:
a.
Ranah
Kognitif
terdiri dari enam jenis perilaku
1)
Pengetahuan,
peserta didik
mencapai kemampuan
ingatan tentang
materi yang telah
dipelajari dan tersimpan dalam memori.
2)
Pemahaman, mencakup kemampuan menangkap arti dan makna
tentang sesuatu
masalah
yang baru.
3)
Penerapan,
mencakup kemampuan
menerangkan
metode
dan
kaidah
untuk menghadapi masalah baru,
4)
Analisis, mencakup kemampuan merinci
suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian yang
sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan
baik.
5)
Sintesis, mencakup
kemampuan membentuk
suatu
pola
baru.
6)
Evaluasi, mencakup
kemampuan
membentuk
suatu
pendapat
tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu. [7]
Tujuan aspek
kognitif berorientasi pada kemampuan berfikir yang mencakup kemampuan
intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan
memecahkan masalah yang menuntut siswa untuk menghubungakan dan menggabungkan
beberapa ide, gagasan, metode atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan
masalah tersebut.
b.
Ranah
Afektif terdiri dari lima perilaku
1)
Penerimaan, mencakup
kepekaan tentang hal
tertentu
dan
kesediaan memperhatikan hal tersebut.
2)
Partisipasi, mencakup
kerelaan, kesediaan memperhatikan dan berpartisipasi dalam suatu
kegiatan.
3)
Penilaian dan penentuan sikap, yang mencakup menerima suatu nilai, menghargai,
mengakui dan menentukan sikap.
4)
Organisasi, mencakup kemampuan membentuk
suatu
sistem nilai sebagai pedoman dan pegangan
hidup.
5)
Pembentukan
pola hidup, mencakup kemampuan menghayati nilai
dan membentuk menjadi pola nilai kehidupan pribadi.[8]
c. Ranah
psikomotor terdiri dari tujuh jenis perilaku
1)
Persepsi, mencakup kemampuan memilah-milah
sesuatu secara khas dan
menyadari adanya perbedaan khas tersebut.
2)
Kesiapan, mencakup
kemampuan
penempatan diri dalam keadaan
dimana akan terjadi suatu gerakan atau rangkaian gerakan. Kemampuan
ini
meliputi jasmani dan rohani.
3)
Gerakan terbimbing, mencakup
kemampuan
melakukan
gerakan
sesuatu
contoh,
gerakan
peniruan.
4)
Gerakan yang
terbiasa,
mencakup kemampuan melakukan
gerakan-gerakan
tanpa contoh.
5)
Gerakan kompleks,
yang
mencakup
kemampuan melakukan gerakan atas keterampilan yang
terdiri dari banyak tahap secara
lancar, efisien
dan tepat.
6)
Penyesuaian pola gerakan, mencakup kemampuan mengadakan perubahan
dan
penyesuaian pola gerak-gerik
dengan persyaratan
khusus yang berlaku.
7)
Kreativitas,
mencakup kemampuan melahirkan pola
gerak-gerak
yang baru atas dasar
prakarsa sendiri.[9]
Hasil belajar keterampilan (psikomotor) dapat diukur
melalui: pengamatan langsung dan penilaian tingkah laku peserta didik selama
proses pembelajaran praktik berlangsung, sesudah mengikuti pembelajaran, yaitu
dengan jalan memberikan tes kepada peserta didik untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap, beberapa waktu sesudah pembelajaran selesai dan kelak
dalam lingkungan kerjanya.
Menurut Bloom dalam Rusmono, hasil
belajar merupakan perubahan
perilaku yang meliputi tiga ranah,
yaitu:
a)
Ranah kognitif, yang meliputi tujuan-tujuan belajar yang
berhubungan dengan memanggil kembali pengetahuan
dan pengembangan kemampuan
intelektual dan keterampilan.
b)
Ranah afektif, meliputi tujuan-tujuan belajar yang
menjelaskan
perubahan sikap, minat, nilai-nilai dan pengembangan apresiasi
serta penyesuaian.
c)
Ranah psikomotor yang mencakup perubahan perilaku yang menunjukkan
bahwa siswa telah mempelajari keterampilan manipulatif fisik tertentu.[10]
Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam
proses belajar mengajar guru harus terampil memilih metode mengajar sehingga
tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik yakni hasil belajar
yang maksimal, karena pemilihan metode disini tiada lain adalah guna
meningkatkan daya serap siswa terhadap pelajaran yang diberikan.
- Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Hasil
belajar merupakan hasil internal maupun eksternal. Menurut E. Mulyasa
faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat digolongkan menjadi empat,
yaitu:
a) Bahan atau
materi yang dipelajari;
b) Lingkungan
c) Faktor
instrumental
d) Kondisi
peserta didik[11]
Faktor-faktor tersebut baik terpisah maupun
bersama-sama memberikan kontribusi tertentu terhadap peserta didik. Apabila hanya salah satu factor
saja maka hasil belajar masih terlihat pincang. Tetapi apabila keseluruhannya
berjalan positif bersamaan maka hasil belajar siswa yang diharapkan akan mudah
untuk tercapai.
Berbeda
dengan Mulyasa, Muhhibin Syah menambahkan:
“Faktor pendekatan belajar sebagai
salah satu faktor yang juga berpengaruh terhadap taraf keberhasilan proses
pembelajaran siswa. Seorang siswa yang terbiasa mengaplikasikan pendekatan deep
misalnya, mungkin sekali berpeluang untuk meraih hasil beajar yang bermutu daripada yang menggunakan pendekatan belajar
surface atau reproductive”.[12]
Uraian
di atas menunjukkan bahwa hasil belajar bukan sesuatu yang berdiri sendiri,
tetapi merupakan hasil interaksi berbagai faktor yang melatarbelakangi. Jadi,
karena berpengaruh faktor-faktor tersebut, muncul siswa-siswa yang high achievers
(berhasil tinggi) dan
under achievers (berhasil rendah) atau gagal sama sekali.
Sumadi menjabarkan bahwa “faktor-faktor yang berasal
dari luar diri pelajar dapat digolongkan menjadi dua golongan dengan catatan
bahwa overlapping tetap ada, yaitu faktor sosial dan faktor non sosial.[13]
Faktor sosial menyangkut hubungan antar manusia yang terjadi dalam berbagai situasi
sosial, yakni lingkungan keluarga, sekolah, teman dan masyarakat pada umumnya.
Sedangkan faktor non sosial yaitu faktor-faktor lingkungan yang bukan sosial
seperti lingkungan alam dan fisik, misalnya keadaan rumah, ruang belajar,
fasilitas belajar, buku-buku sumber dan sebagainnya.
Disamping itu Mulyasa menambahkan “diantara beberapa
faktor eksternal yang mempengaruhi proses dan hasil belajar adalah peranan guru
atau fasilitator”.[14] Pada
sistem pendidikan dan khususnya pembelajaran yang berlaku dewasa ini peranan
guru dan keterlibatannya masih menempati posisi penting, terutama efektifitas
pengelolaan materi pembelajaran dan lingkungan belajar.
Sekalipun banyak pengaruh dan rangsangan dari faktor
eksternal, keberhasilan belajar peserta didik juga ditentukan oleh faktor
internal (yang berasal dari dalam diri peserta didik itu sendiri), beserta usaha
yang dilakukannya. Menurut Muhibbin “faktor yang berasal dari dalam diri siswa
sendiri meliputi dua aspek, yakni aspek fisiologis (yang bersifat jasmaniah)
dan aspek psikologis (yang bersifat rohaniah).[15]
Diantara faktor-faktor psikologis yang mempengaruhi
pencapaian hasil belajar, inteligensi merupakan dasar potensial bagi pencapaian
hasil belajar. Artinya hasil belajar yang dicapai akan bergantung pada tingkat
intelegensi yang dimiliki peserta didik. Semakin tinggi tingkat intelegensinya
makin tinggi pula kemungkinan tingkat hasil belajar yang dapat dicapai.
B. Tinjauan
tentang Kompetensi Guru
1. Pengertian
Kompetensi Guru
Menurut
UU Guru dan Dosen, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama,
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan
dasar, dan menengah.
Bertitik
tolak dari pengertian diatas maka seorang guru dalam menjalankan tugasnya harus
memiliki kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas masing-masing.
Kompetensi menurut Broke and Stone dalam bukunya Usman merupakan “gambaran
hakikat kualitatif dari perilaku guru yang tampak sangat berarti”.[16]
Menurut
Sudjana kata “profesional” berasal dari kata sifat yang berarti “pencaharian,
dan sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian”.[17]
Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang
hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan
pekerjaan yang dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh
pekerjaan lain.
Berdasarkan
rumusan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang guru yang profesional adalah
guru yang memiliki kemampuan (kompetensi) dan keahlian khusus dalam bidang
keguruan sehingga ia mampu melakukan tugas dan fungsinya dengan maksimal
sebagai seorang guru.
2. Jenis-Jenis
Kompetensi Guru
Kualitas
kinerja guru dinyatakan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru. Dijelaskan bahwa “Standar kompetensi guru dikembangkan secara utuh dari
empat kompetensi utama, yaitu kompetensi pedagogic, kepribadian, social dan
professional.”[18]
Dalam
buku Model-Model Pembelajaran, Rusman mengutip pernyataan Glasser yang
mengatakan bahwa “ada empat hal yang harus dikuasai guru, yaitu menguasai bahan
pelajaran, mampu mendiagnosis tingkah laku siswa, mampu melaksanakan proses
pembelajaran dan mampu mengevaluasi hasi belajar siswa.”[19]
Berdasarkan
penjelasan diatas, maka kemampuan pokok yang harus dimiliki oleh setiap guru
yang akan dijadikan tolak ukur kualitas kinerja guru adalah :
a. Kompetensi
Pedagogik
Menurut
Trianto bahwa kompetensi pedagogik yaitu “kemampuan seorang guru dan dosen
dalam mengelola proses pembelajaran peserta didik.”[20]
Dalam
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen penjelasan pasal 10
ayat 1 menerangkan bahwa “yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah
kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”.[21]
Sedangkan
menurut Hoogveld, pedagogik adalah ilmu yang mempelajari masalah membimbing
anak kearah tujuan tertentu, yaitu supaya kelak “mampu secara mandiri
menyelesaikan tugas hidupnya”.[22]
Rusman
menambahkan bahwa, “kompetensi pedagogik meliputi pemahaman terhadap peserta
didik, perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pembelajaran, evaluasi hasil
belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai
potensi yang dimiliki peserta didik.”[23]
Berkenaan
dengan pelaksanaan kurikulum, seorang guru harus mampu mengembangkan kurikulum
berdasarkan tingkat satuan pendidikannya masing-masing dan disesuaikan dengan
kebutuhan lokal.
Disamping
itu, guru harus mampu menerapkan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam
pembelajarannya, yaitu menggunakan berbagai media, metode dan sumber belajar yang
relevan dan menarik perhatian siswa sehingga tujuan pembelajaran tercapai
secara optimal.
Berdasarkan
pengertian diatas, maka dapat disimpulkan kompetensi pedagogik yang harus
dimiliki seorang guru meliputi:
1)
Penguasaan terhadap karakteristik
peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, dan intelektual.
2)
Penguasaan terhadap teori belajar
dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
3)
Mampu mengembangkan kurikulum yang
terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
4)
Menyelenggarakan kegiatan
pengembangan yang mendidik.
5)
Memanfaatkan teknologi informasi
dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang
mendidik.
6)
Memfasilitasi pengembangan potensi
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
7)
Berkomunikasi secara efektif,
empatik dan santun dengan peserta didik.
8)
Melakukan penilaian dan evaluasi
proses dan hasil belajar.
b. Kompetensi
Kepribadian
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen penjelasan pasal 10 ayat 1 menerangkan bahwa “yang dimaksud dengan
kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia,
arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”.[24]
Slameto
berpendapat bahwa :
“Seorang guru yang berkepribadian baik harus ”mampu
untuk menjaga tata tertib sekolah dan kedisiplinan dalam berbagai hal, antara
lain kedisiplinan dalam hal mengajar, kedisiplinan administrasi dan kebersihan
atau keteraturan kelas. Bukan hanya guru yang ikut melaksanakan kedisiplinan
tetapi semua pihak yaitu siswa, pegawai atau karyawan, kepala sekolah dan tim
BP”.[25]
Dari
pengertian diatas, dapat diartikan guru memiliki sikap kepribadian yang mantap,
sehingga mampu menjadi sumber inspirasi bagi siswa. Dengan kata lain, guru
harus memiliki kepribadian yang patut diteladani, sehingga mampu melaksanakan
tri-pusat yang dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantoro, yaitu Ing Ngarso Sung
Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani. (di depan guru memberi
teladan/contoh, di tengah memberikan karsa dan dibelakang memberikan
dorongan/motivasi).
Menurut
Rusman, criteria kompetensi kepribadian seorang guru meliputi:
1) Bertindak
sesuai dengan norm agama, hukum, social dan kebudayaan nasional Indonesia.
2) Menampilkan
diri sebagai pribadi yang jujur,berakhlak mulia dan teladan bagi peserta didik
dan masyarakat.
3) Menampilkan
diri sebagai pribadi yang mantap, stabil, dewasa, arif dan berwibawa.
4) Menunjukkan
etos kerja, tanggung jawab yang tinggi, rasa bangga menjadi guru dan rasa
percaya diri.
5) Menjunjung
tinggi kode etik profesi guru.[26]
Apabila
kelima kriteria tersebut diatas telah dilaksanakan oleh seorang guru, maka
sudah dapat dikatakan bahwa guru tersebut telah memiliki kompetensi kepribadian
yang baik. Semua itu akan berhasil apabila guru juga disiplin dalam
melaksanakan tugas dan kewajibannnya.
c. Kompetensi
Sosial
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen penjelasan pasal 10 ayat 1 menerangkan bahwa
“Yang dimaksud
dengan kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat
untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama
pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik dan masyarakat
sekitar”.[27]
Kompetensi
sosial ini berhubungan dengan kemampuan guru sebagai anggota masyarakat dan
sebagai makhluk sosial, yang meliputi :
1) Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman
sejawat untuk meningkatkan kemampuan professional.
2) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap
lembaga kemasyarakatan.
3) Kemampuan untuk menjalin kerja sama, baik secara individual
maupun secara kelompok.[28]
Artinya, seorang guru haruslah dapat menunjukkan
kemampuan berkomunikasi sosial, baik dengan murid-muridnya maupun dengan sesama
teman guru, dengan kepala sekolah bahkan masyarakat luas.
Guru dimata masyarakat dan siswa merupakan panutan
yang perlu dicontoh. Guru perlu memiliki kemampuan sosial dengan masyarakat,
dalam rangka pelaksanaan proses pembelajaran yang efektif. Dikatakan demikian karena dengan memiliki
kemampuan tersebut, otomatis hubungan sekolah dengan masyarakat akan berjalan
dengan lancar, sehingga jika ada keperluan dengan orang tua siswa, para guru
tidak akan mendapatkan kesulitan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria kompetensi
sosial itu meliputi:
1)
Bertindak objektif serta tidak
diskriminatif karena pertimbangan jenis kelamin, agama, ras, kondisi fisik,
latar belakang keluarga dan status sosial ekonomi.
2)
Berkomunikasi secara efektif, dan
santun dengan sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua dan masyarakat.
3)
Beradaptasi di tempat bertugas di
seluruh wilayah.
4)
Berkomunikasi dengan komunitas
profesi sendiri dan profesi lain secara lisan dan tulisan atau bentuk lain.
d. Kompetensi
Profesional
Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan
dosen penjelasan pasal 10 ayat 1 menerangkan bahwa
“Yang dimaksud
dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran
secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi
standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan.”.[29]
Kompetensi profesional adalah “kompetensi atau
kemampuan yang berhubungan dengan penyelesaian tugas-tugas keguruan.”[30]
Menurut Rusman, kompetensi profesional yaitu kemampuan
yang harus dimiliki guru berkenaan dengan aspek :
1)
Dalam menyampaikan pembelajaran,
guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber materi yang tidak pernah kering
dalam mengelola proses pembelajaran.
2)
Dalam melaksanakan proses
pembelajaran, keaktifan siswa harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan
menggunakan metode dan strategi mengajar yang tepat.
3)
Di dalam pelaksanaan proses
pembelajaran, guru harus memerhatikan prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai
ilmu keguruan.
4)
Dalam hal evaluasi, secara teori
dan praktik guru harus melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya.[31]
Dari pemaparan diatas, dapat disimpulkan bahwa seorang
guru harus memiliki pengetahuan yang luas berkenaan dengan bidang studi yang
akan diajarkan serta penguasaan diktatik metodik dalam arti memiliki
pengetahuan konsep teoretis, mampu memilih model, strategi dan metode yang
tepat serta mampu menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran. Guru pun harus
memiliki pengetahuan luas tentang kurikulum dan landasan kependidikan.
Dari keempat kompetensi yang telah dijabarkan diatas,
maka setiap seorang pendidik haruslah memiliki keseluruhan kompetensi tersebut.
Apabila salah satu atau lebih dari kompetensi tersebut belum dimiliki oleh
seorang pendidik, maka pendidik tersebut belum layak disebut sebagai tenaga
pengajar.
C. Metode
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Assisted Individualiszation (TAI)
- Pengertian Kooperatif
Basyiruddin Usman mendefinisikan cooperative
sebagai “belajar
kelompok
atau
bekerjasama”.[32]
Menurut Marasuddin mengatakan bahwa “dalam proses belajar mengajar perlu diciptakan
metode kelompok untuk
mewujudkan rasa kerjasama yang kuat
atau rasa solidaritas”.[33]
Artur T Jersild yang dikutip Syaiful
Sagala mendefinisikan “Learning
adalah Modification of behavior sthrough
experience
and
training,
yakni pembentuan prilaku melalui pengalaman dan latihan”.[34]
Dari definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah usaha mengubah perilaku untuk
mendapatkan keterampilan dan pengetahuan secara gotong royong. Model pembelajaran ini menganut prinsip saling ketergantungan positif (positive
interdependence),
tanggungjawab perseorangan (individual accountability),
tatap
muka (face to face Interaction), ketrampilan sosial (social skill) dan
proses kelompok (group processing).
Sagala
menambahkan bahwa “inti dari pembelajaran kooperatif ini adalah konsep sinergi,
yakni energi atau
tenaga yang terhimpun melalui kerjasama sebagai salah
satu
fenomena kehidupan
masyarakat”.[35]
Jadi pembelajaran kooperatif dirancang untuk
memanfaatkan fenomena kerjasama atau gotong
royong dalam pembelajaran yang
menekankan terbentuknya hubungan antara siswa yang satu dengan yang lainnya,
terbentuknya sikap dan
perilaku yang demokratis serta tumbuhnya
produktivitas kegiatan
belajar siswa.
Menurut
pengertian di atas bahwa dengan
cooperative learning siswa
akan
dapat mewujudkan hasil yang lebih baik dari pada belajar
secara
individual.
Dengan
adanya kerjasama akan memberi dan
menerima serta saling melengkapi
- Dasar-Dasar Pembelajaran Kooperatif
Dalam pelaksanaan azas kooperatif mempunyai dasar-dasar, yaitu dasar
yuridis dan
dasar psikologis. Azas
kooperatif mempunyai
pendekatan secara kelompok.
Belajar
bertujuan mendapatkan pengetahuan, sikap
kecakapan
dan keterampilan untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu
metode atau
cara. Dalam proses belajar mengajar metode belajar kelompok
merupakan sebagai salah satu metode yang menggunakan pendekatan kelompok. Pendekatan
kelompok digunakan
untuk membina dan mengembangkan
sikap sosial anak didik.
Adapun dasar
dari belajar kelompok
dapat digolongkan menjadi tiga yaitu:
a.
Dasar Yuridis
Dasar yuridis sebagai dasar yang berkaitan dengan masalah
pendidikan dan pengajaran. Hal tersebut tercermin dalam UU RI No. 20
Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pada pasal 1 berbunyi bahwa jenis pendidikan adalah kelompok yang
didasarkan pada kekhususan tujuan
pendidikan suatu
tujuan.
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional pasal 3 yang berbunyi :
“Pendidikan
nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan bangsa betujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”[36]
Begitu juga terdapat dalam PP No
19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan Bab IV pasal 19 berbunyi :
“proses
pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa,
kreativitas dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat dan perkembangan fisik
serta psikologi peserta didik.”[37]
b.
Dasar Psikologis
Dasar psikologis akan terlihat pada diri manusia tercermin pada kehidupan sehari-hari. Kegiatan tersebut
dapat digolongkan ke dalam
tiga golongan
utama secara hakiki yaitu :
1)
Kegiatan yang bersifat individual
2)
Kegiatan yang bersifat sosial,
serta
Dasar psikologis tersebut akan
terlihat pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari. Manusia mempunyai
kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Kebutuhan ini akan terlihat
ketika kita ada pada situasi sendiri sepanjang hari atau ketika kita menjadi
orang baru dalam sebuah komunitas atau grup.
Perasaan sendiri sebenarnya
adalah jenis kecemasan. Kecemasan dalam kesendirian ini menunjukkan betapa
pentingnya orang lain bagi eksistensi kita sebagai individu. Tanpa ada orang
lain kita merasa cemas dan merasa tidak bermakna.
c.
Dasar Religius
Selain dua dasar di atas, azas kooperatif
juga memiliki azas agama yang termaktub dalam Q.S Al Maidah ayat 2 yang
berbunyi :
$pkr'¯»t tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä w (#q=ÏtéB uȵ¯»yèx© «!$# wur tök¤¶9$# tP#tptø:$# wur yôolù;$# wur yÍ´¯»n=s)ø9$# Iwur tûüÏiB!#uä |Møt7ø9$# tP#tptø:$# tbqäótGö6t WxôÒsù `ÏiB öNÍkÍh5§ $ZRºuqôÊÍur 4
#sÎ)ur ÷Läêù=n=ym (#rß$sÜô¹$$sù 4
wur öNä3¨ZtBÌøgs ãb$t«oYx© BQöqs% br& öNà2r|¹ Ç`tã ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tptø:$# br& (#rßtG÷ès? ¢
(#qçRur$yès?ur n?tã ÎhÉ9ø9$# 3uqø)G9$#ur (
wur (#qçRur$yès? n?tã ÉOøOM}$# Èbºurôãèø9$#ur 4
(#qà)¨?$#ur ©!$# (
¨bÎ) ©!$# ßÏx© É>$s)Ïèø9$# ÇËÈ
Artinya
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar
Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulan-bulan haram, jangan (mengganggu)
binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula)
mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia
dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji,
Maka bolehlah berburu. dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu
kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu
berbuat aniaya (kepada mereka). dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat
siksa-Nya.”[39]
Dari ayat di atas maka dapat diketahui bahwa prinsip kerjasama dan
saling
membantu dalam
kebaikan
juga
sangat
dianjurkan oleh
agama Islam.
- Unsur-Unsur Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif memiliki unsur-unsur yang saling terkait, yakni:
a. Saling
ketergantungan positif (positive interdependence).[40]
Ketergantungan positif ini bukan berarti siswa bergantung secara
menyeluruh kepada siswa lain. Jika siswa mengandalkan teman lain tanpa dirinya
memberi apapun menjadi tempat bergantung bagi sesamanya, hal itu tidak bisa
dinamakan ketergantungan positif.
Guru harus menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
membutuhkan. Perasaan saling membutuhkan inilah yang dinamakan positif
interdependence. Saling ketergantungan tersebut dapat tercapai melalui
ketergantungan tujuan, tugas, bahan atau sumber belajar, peran dan hadiah.
b. Tanggung jawab
perseorangan (individual accountability)
Pembelajaran kooperatif menuntut adanya akuntabilitas individual yang
mengukur penguasaan bahan belajar tiap anggota kelompok, dan diberi balikan
tentang hasil belajar anggota-anggotanya sehingga mereka saling mengetahui
rekan yang memerlukan bantuan.
Berbeda dengan kelompok tradisional, akuntabilitas individual sering
diabaikan sehingga tugas-tugas sering dikerjakan oleh sebagian anggota. “Dalam cooperative
learning, siswa harus bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban
masing-masing anggota”.[41]
c. Tatap muka (face
to face interaction)
Interaksi kooperatif menuntut semua anggota dalam kelompok belajar dapat
saling tatap muka sehingga mereka berdialog tidak hanya dengan guru tapi juga
bersama dengan teman. Interaksi semacam itu memungkinkan anak-anak menjadi
sumber belajar bagi sesamanya. Hal ini diperlukan karena siswa sering merasa
lebih mudah belajar dari sesamanya dari pada dari guru.
d. Komunikasi
antar anggota
“Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi
dan berkomunikasi”.[42]
Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka dalam kehidupan di masyarakat
kelak. Oleh karena itu sebelum melakukan pembelajaran, guru perlu membekali
siswa dengan kemampuan berkomunikasi, misalnya kemampuan mendengarkan dan
kemampuan berbicara, padahal keberhasilan kelompok ditentukan oleh partisipasi
setiap anggotanya.
e. Evaluasi proses
kelompok
Pengajaran perlu menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk
mengevaluasi proses kerja kelompok dan hasil kerjasama mereka agar selanjutnya
bisa bekerjasama dengan lebih efektif. “Waktu evaluasi tidak harus diadakan
setiap ada kerja kelompok, tetapi bisa diadakan selang beberapa waktu setelah
beberapa kali peserta didik terlibat dalam kegiatan pembelajaran kooperatif.”[43]
Unsur-unsur cooperative learning dalam pembelajaran akan
mendorong terciptanya masyarakat belajar (learning community). Konsep learning
community menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari hasil
kerjasama dengan orang lain berupa sharing individu, antar kelompok dan antar
yang tahu dan belum tahu.
- TAI Sebagai Salah Satu Tipe Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran
kooperatif tipe TAI ini dikembangkan oleh
Slavin.
TAI adalah “model pembelajaran individual
dibantu kelompok atau
tim. Dalam penggunaan
tim belajar yang terdiri dari
4-5
anggota
kelompok
yang berkemampuan
bervariasi.
TAI
menggabungkan
pembelajaran
kooperatif dengan
pembelajaran
individual”.[44]
Tipe ini mengkombinasikan keunggulan pembelajaran
kooperatif dan pembelajaran individual. Tipe ini dirancang untuk mengatasi kesulitan belajar
siswa secara individual. Oleh karena itu kegiatan
pembelajarannya
lebih
banyak digunakan untuk
memecahkan masalah,
ciri khas tipe TAI ini adalah setiap siswa secara individual belajar materi pembelajaran yang
sudah
disiapkan
oleh guru. Belajar
individual dibawa ke kelompok-
kelompok untuk didiskusikan dan saling dibahas
oleh
anggota kelompok, dan
semua
anggota kelompok bertanggung jawab
atas keseluruhan
jawaban
sebagai tanggung jawab bersama.
Slavin membuat model ini
dengan beberapa
alasan, yaitu:
a) Pertama, model ini mengkombinasikan keunggulan kooperatif dan program pengajaran individual.
b)
Kedua, model ini memberikan tekanan pada efek
sosial dari
belajar
kooperatif.
c)
Ketiga, TAI disusun
untuk memecahkan masalah
dalam program pengajaran,misalnya dalam hal kesulitan belajar.[45]
Model pembelajaran TAI memiliki delapan komponen. Kedelapan
komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
a)
Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yag terdiri atas 4 sampai 6 siswa.
b)
Placement test, yakni pemberian pre-test kepada siswa atau melihat rata-rata nilai harian
agar guru mengetahui kelemahan siswa dalam
bidang tertentu.
c)
Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu kelompok dengan menciptakan
situasi dimana keberhasilan individu ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan
kelompoknya.
d)
Team study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh
kelompok dan
guru memberikan
bantuan
secara individual kepada
siswa yang membutuhkannya.
e)
Team scores and team
recognition,
yaitu pemberian
skor
terhadap hasil kerja kelompok dan
memberikan
kriteria penghargaan terhadap kelompok yeng berhasil secara cemerlang
dan
kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas.
f)
Teaching group, yakni pemberian materi secara singkat dari guru menjelang pemberian
tugas kelompok.
g)
Facts test, yaitu pelaksanaan tes-tes
kecil berdasarkan fakta yang diperoleh
siswa.
h)
Whole class units, yaitu pemberian materi oleh guru kembali di akhir
waktu pembelajaran dengan strategi pemecahan
masalah[46]
Jadi, dari kedelapan komponen yang terdapat dalam model
pembelajaran TAI diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran TAI
merupakan model pembelajaran yang menekankan kepada pembelajaran secara
kooperatif (bekerja sama) dimana keberhasilan setiap siswa ditentukan oleh
keberhasilan kelompoknya. Apabila salah satu anggota kelompok belum mencapai
ketuntasan maka siswa yang berada dalam satu kelompok tersebut juga dinyatakan
belum tuntas.
- Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe TAI
Pembelajaran
kooperatif tipe TAI (Teams Assisted Individualization) lebih
menekankan pengajaran individual
meskipun
tetap menggunakan
pola kooperatif. Salah satu ciri
pembelajaran
kooperatif adalah kemampuan untuk bekerja dalam suatu
kelompok. Pada saat diskusi
siswa saling mempertanggung
jawabkan
yang
dikerjakan
teman
setimnya.
Dengan mengadopsi model pembelajaran TAI dalam proses belajar
mengajar dapat menggunakan langkah-langkah pembelajaran
ssebagai berikut:
a)
Guru menentukan suatu pokok bahasan yang akan disajikan kepada
siswanya dengan mengadopsi pembelajaran
TAI.
b)
Guru menjelaskan kepada seluruh siswa tentang akan diterapkannya model pembelajaran TAI, sebagai suatu variasi model pembelajaran.
c)
Guru menjelaskan kepada siswa tentang pola kerja antar siswa dalam
suatu
kelompok.
d)
Guru menyiapkan materi ajar
yang harus dikerjakan
kelompok.
e)
Guru menjelaskan
materi secara
singkat
(mengadopsi
komponen teaching
group).
f)
Guru membentuk beberapa kelompok,
setiap
kelompok terdiri 4 sampai
5
siswa dengan
kemampuan/kepandaiannya yang berbeda-
beda.
Jadi kemungkinan anggota kelompok berasal dari ras,
budaya, suku yang berbeda (mengadopsi komponen teams).
g)
Guru menugasi
kelompok
dengan materi
yang sudah disiapkan (mengadopsi komponen student creative)
h)
Ketua kelompok, melaporkan keberhasilan atau melapor kepada guru tentang hambatan yang dialami oleh
anggota kelompoknya. Jika
diperlukan,
guru dapat memberikan secara individual (mengadopsi
komponen team study)
i)
Apabila dalam suatu kelompok sudah memahami materi bahan ajar
yang diberikan oleh
guru, ketua kelompok
melapor kepada guru bahwa
kelompoknya siap
untuk diberi ulangan oleh
guru (mengadopsi
komponen team score and team
recognition). Setelah
ulangan dilakukan, guru
mengumumkan hasilnya dan menetapkan
kelompok terbaik sampai kelompok
kurang berhasil.
j)
Pada saat dilakukan tes, tindakan ini mengadopsi komponen facts tests.
k)
Menjelang akhir waktu, guru memberikan latihan pendalaman secara
klasikal dengan
menekankan strategi pemecahan
masalah
(mengadopsi komponen whole class units).
Jadi model pembelajaran kooperatif
tipe
TAI merupakan model pembelajaran kooperatif dimana siswa dengan kemampuan individulnya
masing-masing bekerjasama di dalam kelompok-kelompok kecil dengan
kemampuan berbeda.
Dimana terdapat seorang
siswa yang lebih mampu bertugas membantu secara individual siswa
lain yang kurang mampu dalam satu
kelompok.
- Keunggulan dan Kelemahan Metode Pembelajaran TAI
Dalam
setiap metode pembelajaran, sudah pasti memiliki keunggulan dan kelemahan
apabila dibandingkan dengan metode-metode pembelajaran lainnya.
Adapun
keunggulan metode pembelajaran TAI menurut pendapat Hamdani adalah :
a) Siswa yang
lemah dapat terbantu dalam menyelesaikan masalah.
b) Siswa yang
pandai dapat mengembangkan kemampuan dan keterampilannya.
c) Adanya tanggung
jawab dalam kelompok dalam menyelesaikan permasalahannya.
d) Siswa diajarkan
bagaimana bekerjasama dalam suatu kelompok.[48]
Menurut Slavin, metode Team
Assisted Individualization (TAI)
dirancang untuk menyelesaikan masalah-masalah teoritis dan praktis dari sistem pengajaran
individual, sehingga memiliki kelebihan dibandingkan dengan
metode lainnya, yaitu:
a)
Dapat meminimalisasi
keterlibatan
guru dalam pemeriksaan
dan
pengelolaan rutin.
b)
Guru setidaknya akan menghabiskan separuh waktunya untuk mengajar
kelompok-kelompok
kecil.
c)
Operasional program tersebut akan sedemikian sederhana sehingga para siswa di kelas dapat melakukannya.
d)
Para siswa
akan
termotivasi
untuk mempelajari materi-materi yang diberikan dengan cepat dan akurat, tidak bisa berbuat curang atau
menemukan
jalan pintas.
e)
Para siswa akan melakukan pengecekan satu sama lain, sekalipun bila
siswa
yang mengecek kemampuannya ada di bawah siswa
yang dicek
dalam rangkaian pengajaran, dan prosedur akan cukup sederhana dan
tidak
menunggu si pengecek.
f)
Program
mudah dipelajari
baik oleh guru
maupun siswa, tidak mahal, fleksibel dan
tidak membutuhkan guru
tambahan ataupun tim guru.
g)
Dengan membuat para siswa
bekerja
dalam kelompok-kelompok kooperatif, dengan status yang sejajar, program ini akan membangun
kondisi untuk terbentuknya sikap-sikap
positif
terhadap
siswa-siswa
mainstream yang cacat secara akademik dan di antara para siswa dari latar
belakang ras dan etnik
berbeda. [49]
Lebih
lanjut Hamdani, menyebutkan kelemahan dari metode pembelajaran TAI adalah :
a) Tidak ada
persaiangan antar kelompok
b) Siswa yang
lemah dimungkinkan menggantungkan pada siswa yang pandai.[50]
D. Mata
Pelajaran Fiqih
- Pengertian Fiqih
Fiqih
dapat diartikan sebagai salah satu bidang ilmu dalam Syariat Islam yang secara
khusus membahas persoalan hukum yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia,
baik kehidupan pribadi, bermasyarakat maupun kehidupan manusia dengan Tuhannya.
Beberapa ulama fiqih seperti Imam Abu Hanafiah mendefinisikan fiqih sebagai
“pengetahuan seorang muslim tentang kewajiban dan haknya sebagai hamba Allah”.[51]
Setidaknya
ada beberapa hal yang ingin dicapai dalam pembelajaran fiqih, antara lain:
a) Mendorong
tumbuhnya kesadaran beribadah pada peserta didik kepada Allah SWT.
b) Menanamkan
kebiasaan melaksanakan hukum Islam di kalangan peserta didik kepada Allah SWT.
c) Mendorong
timbulnya kesadaran siswa untuk mensyukuri nikmat Allah.
d) Membentuk
kebiasaan disiplin dan rasa tanggung jawab sosial di lingkungan sekolah dan
masyarakat.
e) Membentuk
kebiasaan perilaku yang sesuai dengan peraturan yang berlaku di madrasah dan
masyarakat.
f) Fungsi
keilmuan, membekali peserta didik pengetahuan, agar dapat digunakan dalam
kehidupan.[52]
Berbagai
pengertian diatas, pembelajaran fiqih dapat diartikan sebagai proses perubahan
perilaku yang diperoleh dari pendalaman ilmu hukum Islam melalui dalil di Al
Qur’an dan Sunnah.
- Kurban
a. Pengertian
Kurban
Kurban
dalam ilmu fiqih berarti menyembelih hewan tertentu dengan niat mendekatkan
diri kepada Allah SWT pada idul adha atau hari tasyrik yaitu tanggal 11, 12 dan
13 Zulhijah.[53]
Ibadah
kurban disyariatkan kepada umat Islam pada tahun kedua hijriah bersamaan dengan
disyariatkan zakat, shalat Idul Fitri dan Idul Adha.
b. Dasar Hukum
Kurban
Sebagian
ulama berpendapat bahwa hukum kurban adalah wajib. Rasulullah bersabda:
عَنْ اَبِىْ هُرَيْرَةَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مَنْ وَجَدَ سَعَةً فَلَمْ يُضَعِّ فَلاَ يُقَرِّبَنَّ مُصَلاَّ نَا
Artinya : Dari Abu Hurairah telah
bersabda Rasulullah SAW : Siapa saja yang mempunyai kemampuan tetapi tidak
berkurban maka janganlah ia mendekati tempat shalatku[54].
Sedangkan
perintah untuk melaksanakan kurban dapat kita temukan dalam Q.S Al Kausar ayat
2. Allah berfirman :
Èe@|Ásù y7În/tÏ9 öptùU$#ur
ÇËÈ
Artinya:
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah”[55]
c. Jenis dan
Syarat Hewan Kurban
Hewan
yang dapat dijadikan sebagai hewan kurban adalah hewan yang tidak cacat seperti
pincang, buta, terpotong telinga dan telah memenuhi syarat.
Binatang
yang diperbolehkan untuk dijadikan kurban antara lain kambing, sapi, kerbau dan
unta yang telah memenuhi syarat untuk dijadikan kurban. Syarat-syarat bagi
binatang tersebut sebagai berikut:
1) Domba (gibas)
telah berumur satu tahun atau telah berganti giginya (musinnah).
2) Kambing telah
berumur dua tahun lebih.
3) Sapi atau
kerbau, telah berumur dua tahun lebih.
4) Unta, telah
berumur lima
tahun lebih.[56]
Satu
ekor kambing atau domba untuk satu orang yang akan berkurban. Untuk sapi dan
kerbau untuk tujuh orang, sedangkan unta dapat digunakan untuk tujuh sampai
sepuluh orang yang akan berkurban.
d. Hikmah
Kurban
Dalam
ajaran Islam, setiap perbuatan yang dianjurkan pasti memilki manfaat dan
kegunaan. Demikian juga ibadah kurban, terdapat beberapa hikmah atau fungsi
antara lain :
1) Menjadi bukti
ketaatan seseorang kepada Allah.
2) Sebagai tanda
syukur atas rezki yang telah diterima dari Allah.
3) Mencegah sikap
tamak dan rakus.
4) Menunjukkan
rasa belas kasih kepada sesama.
5) Menjembatani
kesenjangan antara orang kaya dan orang miskin.
6) Melatih
semangat berkurban untuk kepentingan orang lain dalam kehidupan sehari-hari.[57]
[1]
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008, hal. 513
[2]
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Kesulitan Belajar, Jakarta:
Rineka Cipta, 2003, hal. 37
[3]
Soedjono, Pendidikan Ilmu Pendidikan Umum, Bandung: Ilmu, tt, hal. 77
[4] Nana Sudjana, Penilaian
HasilProses Belajar Mengajar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 22
[5]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2001, hal. 113
[6] Dimyati dan Mujiono, Belajar dan
Pembelajaran, Jakarta: Asdi Mahasatya, 2002, hal. 46
[7]
Muhibbin Syah, Op.Cit, Hlm. 114
[8] Ibid,
Hlm. 114
[9] Ibid,
Hlm. 114
[10] Ibid,
hal. 8
[11]
E.Mulyasa, Implementasi Kurikulum 2004; Panduan Pembelajaran KBK, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2004, hal. 190
[12] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 155
[13]
Sumadi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010, hal. 233
[14] E. Mulyasa, Op.Cit., hal. 192
[15] Muhibbin Syah, Psikologi Belajar,
hal. 145
[16] M.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2001. hal. 14
[17] Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 2005. hal. 12
[18]
Rusman, Model-Model Pembelajaran, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2012,
hal.53
[19] Ibid.,
hal. 53
[20] Trianto, dkk. Tinjauan Yuridis Hak Serta Kewajiban Pendidik Menurut
UU Guru dan Dosen. Jakarta:
Prestasi Pustaka. 2006. hal. 33
[21] Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Visimedia, Jakarta,
Cet. ke-2, 2008, hal. 42
[22]
Uyoh Sadulloh, Pedagogik (Ilmu Mendidik), Bandung: Alfabeta, Cet. ke-2,
2011, hal. 2
[23]
Rusman, Op.Cit., hal. 54
[24] Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Visimedia, Jakarta, Cet. ke-2, 2008, hal. 42
[25]
Slameto, Op. Cit., hal. 67
[26]
Rusman, Op.Cit., hal. 55
[27] Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Visimedia, Jakarta, Cet. ke-2, 2008, hal. 42
[28]
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
Jakarta: Kencana, 2009, cet.ke-6, hal.19
[29] Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
Visimedia, Jakarta, Cet. ke-2, 2008, hal. 42
[30] Wina
Sanjaya, Op.Cit., hal. 18
[31]
Rusman, Op.Cit., hal. 57-58
[32]
Basyiruddin Usman, Metode Pembelajaran Agama Islam, Jakarta: Ciputat
press, 2002, hal 14
[33]
Marasuddin Siregar, Diktat Metodologi Pengajaran Agama, Semarang: Fakultas
Tarbiyah Walisongo, 2003, hal. 29-30
[34]
Saiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, Bandung: Alfa Beta, 2003,
hal. 12
[36]
Direktorat Jendral Pendidikan Islam RI, Undang-Undang Pemerintah RI tentang
Pendidikan Tahun 2006, Departemen Agama RI: 2006, hal. 6
[37] Ibid.,
hal. 115
[38] Bimo Walgito, Bimbingan dan
Penyuluhan di Sekolah, Bandung: Andhi Offset: 1995, hal. 104
[39] Departemen Agama RI, Al Qur’an
dan Terjemahnya, Bandung: Diponegoro, 2013, hal. 106
[40]Anita
Lie, Cooperative Learning: Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas, Jakarta: Gramedia, 2005, hal. 32
[41]
Mulyana Abdurrahman, Op.Cit., hal. 122
[42] Wina Sanjaya, Op.Cit., hal.
147
[43] Anita Lie, Op.Cit., hal. 35
[44]
Robert E. Slavin, Cooperative
Learning (Teori, Riset dan Praktik), Bandung: Nusa Media, 2005, hal. 195
[45]
Rachmad Widdiharto, Model-Model Pembelajaran Matematika SMP, Yogyakarta:
PPG Matematika, 2006, hal. 19
[46]
Anita Lie, Op.Cit., hal. 34-36
[47]
Miftahul Huda, Model-Model Pengajaran dan
Pembelajaran, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014, cet.ke-5, hal. 224
[51]
Wikipedia. Fiqih. Id.m.wikipedia.org/wiki. (21 November), (26 Desember 2014).
[52] Dirjen Lembaga Departemen Agama RI, Kurikulum
dan Hasil Belajar Fiqih, Edisi Juni, 2003, hal. 3
[53] Tim Penyusun Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga, Fiqih Kelas V, Klaten: Cempaka Putih, 2007, hal. 55
[54] Ibid.,
hal. 56
[55] Departemen Agama RI, Op.Cit., hal.
528
[56] Tim Penyusun Fakultas Tarbiyah UIN
Sunan Kalijaga, Op.Cit., hal. 57
Belum ada Komentar untuk "PTK [BAB II] Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dengan Menggunakan Metode Pembelajaran Team Assisted Individualiszation (TAI) pada Mata Pelajaran Fiqih "
Posting Komentar
Mohon tidak mengirimkan SPAM ke Blog ini !
Saling Berbagi Sobat