(BAB II) Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Kepemimpinan
Istilah pemimpin dari kata asing “leader” dan “kepemimpinan” dari “leadership”. Kepemimpinan dalam istilah Indonesia berasal dari kata dasar “pimpin” yang berarti bimbing atau tuntun. Kata “pimpin” lahir dari kata kerja memimpin dan kata benda “pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, membimbing atau menuntun.[1] Jadi pemimpin pada hakikatnya adalah orang yang memegang peranan menentukan, mempunyai posisi dominan dan pengaruh untuk menggerakkan dan mengarahkan orang-orang dan fasilitas dalam rangka pencapaian tujuan kelompok atau organisasinya karena itu, setiap pemimpin memerlukan kepemimpinan atau kemampuan untuk membimbing dan menuntun.

Arti pokok kepemimpinan menurut Tannebaum, dkk adalah melaksanakan, menuntun, mengurus dan menggunakan cara-cara untuk mencapai suatu hasil atau tujuan. Pelakunya ialah “pemimpin” yaitu setiap orang yang mempunyai bawahan dan mengerjakan atau mempengaruhi bawahannya ke arah pencapaian tujuan tertentu.[2]

Sejalan dengan konsep kepemimpinan yang dikemukakan oleh Effendi bahwa “kepemimpinan sebagai kegiatan si pemimpin untuk mengerahkan tingkah laku orang lain ke suatu tujuan tertentu”.[3] Sedangkan Sadeli “kepemimpinan merupakan kemampuan untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi”.[4]

”Kepemimpinan merupakan aspek inti dari manajemen, karena kepemimpinan akan menjadi posisi kunci dalam kegiatan organisasi sebab kepemimpinan merupakan penyelaras dalam kegiatan kerjasama dalam organisasi sekolah. Kepemimpinan yang efektif membawa pengaruh positif terhadap motivasi kerja, kepuasan kerja, dan unjuk kerja”.[5]

Menurut Thoha  “kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia baik perorangan maupun kelompok”. [6]

Pemimpin merupakan agen perubah, orang yang perilakunya lebih mempengaruhi orang lain daripada perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika suatu anggota kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam kelompok. Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam mencapai tujuan. Definisi ini menyiratkan bahwa kepemimpinan melibatkan penggunaan pengaruh dan bahwa semua hubungan dapat melibatkan kepemimpinan, melibatkan pentingnya menjadi agen bagi perubahan dan mampu mempengaruhi perilaku dan kinerja pengikutnya dan memusatkan pada pencapaian tujuan.

Kepemimpinan adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi organisasi. Kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk keberhasilan atau kegagalan dari suatu organisasi. Artinya organisasi sekolah atau institusi pendidikan jika dinyatakan berhasil dan gagal faktor penentu utamanya adalah kepemimpinannya. Kepemimpinan yang kuat dan tangguh serta memiliki komitmen yang kuat dalam menyelenggarakan program organisasi amat diperlukan dalam suatu organisasi.

Kepemimpinan adalah sutu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok itu yang merupakan tujuan bersama. Kepemimpinan merupakan suatu proses atau sejumlah aksi dimana satu orang atau lebih menggunakan pengaruh, wewenang atau kekuasaan terhadap orang lain dalam menggerakkan sistim sosial guna mencapai tujuan sistim sosial.[7]

Berdasarkan beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan tingkah laku orang-orang ke arah pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Image from : perilakuorganisasi.com

B. Karakteristik Kepala Sekolah
Pamuji mengemukakan bahwa “ada empat sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin, yaitu: inteligensia, kematangan dan keluasan pandangan sosial, motivasi dan keinginan berprestasi yang datang dari dalam serta kemampuan mengadakan hubungan antar manusia”[8]

Kepala sekolah sebagai manajer mempunyai peranan penting dalam membangun mutu pendidikan di sekolah. Sebagai manajer mereka harus memiliki kemampuan, baik kemampuan manajerial maupun kemampuan teknis.

Adanya  tuntutan  secara  moril seorang kepala sekolah untuk memiliki pandangan (vision), strategi jangka panjang tentang kearah mana organisasi akan dibawa.

Menurut Zamroni bahwa “Keberadaan visi dari suatu organisasi seperti sekolah akan memberikan inspirasi dan mendorong seluruh warga sekolah untuk bekerja lebih giat”. Kepala sekolah dalam melaksanakan peranannya harus dilaksanakan dengan serasi dan seimbang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat di sekitarnya.[9]

Kepala sekolah harus mampu mendorong dan mengarahkan guru-guru dan komponen lainnya untuk menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menyediakan berbagai fasilitas sekolah, memberdayakan tenaga yang tersedia seoptimal mungkin, membantu menciptakan situasi sekolah yang aman dan tertib, mendorong dan menciptakan hubungan kerja sama antara personil sekolah maupun dengan semua pihak yang berkompeten dalam bidang pendidikan. Seorang Kepala sekolah mampu mengayomi dan membina para guru sebagai mitra kerja melalui beberapa dimensi kegiatan, yakni: (1) dimensi kemampuan kerja guru, dimana guru dibina agar mengetahui bagaimana cara dan bisa mengelola proses belajar mengajar, (2) dimensi motivasi kerja, dimana program membina guru agar memiliki semangat yang kuat dalam melaksanakan belajar mengajar, dan (3) dimensi etika kerja, dimana guru dibina agar dalam melaksanakan tugasnya senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai yang telah dianut oleh masyarakat.[10]

C. Efektifitas kepemimpinan kepala sekolah
Kepemimpinan merupakan inti dari menajemen, memang demikianlah halnya, karena kepemimpinan merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat (resurces) yang tersedia bagi suatu organisasi”. Resurces ini digolongkan kepada dua golongan  besar yakni: (1) human resuorces; dan (2) non human resuorces. Tugas dasar pemimpin adalah membentuk dan memelihara lingkungan dimana manusia bekerjasama dalam suatu kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kepemimpinan merupakan aktivitas manajeril yang penting di dalam setiap organisasi khususnya dalam pengambilan kebijakan dan keputusan sebagai inti dari kepemimpinan.

Menurut Thoha ada beberapa ciri khas yang timbul dari keefektifan pelaksanaan kepemimpinan dalam suatu organisasi sekolah yaitu: (1) perilaku pengarahan aktivitas yang terarah, (2) aktivitas berhubungan antara kekuasaan dengan anggota yang dipimpinnya secara terbuka, (3) proses komunikasi yang timbal balik dalam nenggerakkan suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang spesifik, (4) interaksi antar personel untuk mencapai hasil yang ditentukan secara maksimal, (5) melakukan inisiatif dalam melakukan kegiatan dengan memilihara kepuasan kerja, dan (6) aktivitas organisasi meningkatkan prestasi kerja para anggota yang ada di dalamnya. Agar kerja sama dan perilaku kelompok efektif untuk pencapaian tujuan, maka manajer dituntut untuk melaksanakan fungsi pemimpin. Dalam pemimpin manajer mempengaruhi perilaku guru/pegawai dan mengarahkan pelaksanaan tugas-tugas secara efektif untuk mencapai tujuan.[11]

Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi, kesehatan, sandang, pangan, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya yang pantas didapatkannya. Pendek kata, semua kebutuhan anggota organisasi terpenuhi dengan baik.

Proses tersebut terdiri atas masukan, proses, dan keluaran, bukan sesuatu yang terjadi seketika. Jadi, kepemimpinan adalah suatu kemampuan dan kegiatan mencoba untuk mempengaruhi orang lain disekitarnya untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai anggota organisasi dengan berhasil mencapai tujuan usaha pendidikan. Hal ini memungkinkan pemimpin untuk menyelesaikan rencana, maksud dan sasaran organisasi dengan cara bekerja sama dengan orang lain, sehingga tercapai target yang ditentukan. Dengan demikian, peran pemimpin dalam lembaga pendidikan sebagai figur sangat diperlukan dalam mengambil kebijakan dan keputusan sehingga berbagai persoalan dapat diatasi dalam keadaan yang paling rumit sekalipun. Hal-hal penting yang perlu dicatat mengenai komponen kepemimpinan pendidikan adalah: (1) proses rangkaian tindakan dalam sistim pendidikan; (2) mempengaruhi dan memberikan teladan; (3) memberi perintah dengan cara persuasi dan manusiawi tetapi tetap menjunjung tinggi disiplin dan aturan yang dipedomani; (4) pengikut mematuhi perintah sesuai kewewenangan dan tanggung jawab masing-masing; (5) menggunakan authority dan power dalam batas yang dibenarkan; dan (6) menggerakkan atau mengarahkan semua personel dalam institusi guna menyelesaikan tugas sehingga tercapai tujuan, meningkatkan hubungan kerja di antara personel, membina kerjasama, menggerakkan sumberdaya organisasi, dan memberi motivasi kerja.[12]

Pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang selain berorientasi pada tugas (task specialist). Sekaligus berorientasi pada hubungan antar manusia (human relation specialist). Kelompok yang berprestasi tinggii lazimnya mempunyai pemimpin yang dapat menyampaikan harapan-harapan organisasi kepada anggota kelompok tentang tingkat kinerja yang dibutuhkan. Sikap yang ditunjukkan oleh pemimpin dalam mengkomunikasikan harapan-harapan mereka tentang kinerja akan menentukan apakah mereka akan diterima oleh anggota kelompok atau tidak.

D. Hakikat profesi
Kata ”profesional” berasal dari kata sifat yang berarti mata pencaharian dan profesi sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru, dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan  yang  dilakukan oleh mereka yang karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.[13]

Profesional lebih menggambarkan suatu keadaan derajat kemampuan seseorang ditinjau dari segi sikap, pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang diperlukan dalam melaksanakan tugas.[14] Apabila profesi yang dimaksud adalah profesi guru, maka professional adalah kemampuan guru ditinjau dari segi sikap, pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang diperlukan dalam proses belajar mengajar di kelas.

Guru dikatakan sebagai tenaga profesi karena pekerjaan guru harus dilalui dengan pendidikan khusus (Lembaga pendidikan tenaga kependidikan) dan memiliki keahlian sehingga ia dapat menunjukkan kelebihan-kelebihan yang berbeda dengan orang lain, yang tidak memperoleh pendidikan atau latihan khusus.

Mengingat tugas dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan persyaratan khusus antara lain dikemukakan berikut ini: (1) menuntut adanya keterampilan yang berdasar konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, (2) menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuatu sesuai dalam bidang profesinya, (3) menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang memadai, (4) adanya kepekaan terhadap kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan, dan (5)  memungkinkan perkembangan sejalan dengan dinamika kehidupan.[15]

Selain persyaratan tersebut, sebetulnya masih ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain: (1) memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (2) memiliki klien / obyek layanan yang tetap, seperti dokter dan pasienya, guru dengan siswanya, dan (3) diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan jasanya di masyarakat.

Menurut Sahabuddin seorang guru yang memiliki professional yang tinggi terhadap profesinya adalah: (1) Melaksanakan tugasnya dengan menunjukkan sikap menjunjung tinggi karirnya dengan menjaga citra profesinya. Oleh sebab itu perilakunya dalam bekerja tidal asal-asalan, melainkan dengan perencanaan yang matang dalam melakukan setiap pekerjaan, (2) Menunjukkan kehati-hatian tentang apa yang akan dikerjakan atau diputuskan, karena tidak semua pengetahuan boleh diajarkan kepada siswa, (3) Menunjukkan sikap sadar tujuan, karena dalam melaksanakan sesuatu ia harus mengetahui mengapa dan untuk apa sesuatu dilakukan. Oleh sebab itu dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar harus merumuskan apa yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar dalam bentuk tujuan umum dan tujuan khusus pengajaran, (4) sikapnya berorientasi pada efisiensi dan efektifitas. Oleh sebab itu dalam mengajar guru mengetahui dan memilih metode yang cocok dengan materi dan situasi yang dihadapi, efisien dalam pelaksanaan, efektif dalam pencapaian hasil, (5) Menunjukkan sikap obyektif. Dalam menentukan keberhasilan belajar diusahakan dan digunakan alat evaluasi yang dapat menunjukkan prestasi belajar siswa secara obyektif, (6) Sikapnya terbuka untuk perbaikan bahkan inovasi. Hasilnya evaluasi berguna untuk mengetahui sejauh mana apa yang diajarkan itu berhasil diserap oleh siswa. Dengan mengetahui penyebabnya, guru dapat memperbaiki atau mengadakan pembaharuan berdasarkan hasil penilaian.[16]

Seseorang dikatakan professional manakala seseorang itu memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai untuk bidang pekerjaan yang digelutinya. Tentu saja dalam hal ini bukan hanya sekedar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap tertentu, yang lebih penting adalah ketiga aspek tersebut secara terpadu diimplementasikan dalam pelaksanaan profesinya.[17]

Tugas guru sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa. Tugas guru dibidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikannya dirinya sebagai orang tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih pengajarannya itu kepada para siswanya.[18]

Masyarakat menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia Indonesia seutuhnya. Tugas dan peran guru di masyarakat merupakan komponen strategis yang memilikh peran yang penting dalam menentukan gerak maju kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan factor condisio sine quanon yang tidak mungkin digantikan oleh komponen mana pun dalam kehidupan bangsa sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.[19]

E.  Faktor yang mempengaruhi  profesionalisme  guru
Guru sangat mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.

Ada lima penyebab rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru, pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.[20]

F. Pengembangan dan Upaya Peningkatan Profesionalisme  Guru
1. Pengembangan keprofesionalan guru
Menurut para ahli, profesional menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan manajemen beserta strategi penerapannya. Supriyoko mengemukakan bahwa profesional bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih merupakan sikap, pengembangan profesional lebih dari seorang teknisi bukan hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang dipersyaratkan.[21]

Selain memiliki standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, secara konseptual sebagaimana diuraikan dalam Dahrin dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.[22]

Arifin mengemukakan guru yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.[23]

Dengan adanya persyaratan profesional guru, Arifin mempertegas bahwa perlu adanya paradigma baru untuk melahirkan profil guru yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3) keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan (4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.

Apabila syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan dengan pendapat Semiawan bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator, informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor, evaluator, dan administrator.[24]

Pengembangan profesional guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.

2. Upaya meningkatkan kemampuan profesilisme guru
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan profesional guru diantaranya meningkatkan kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaraan Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I (sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan perubahan.

Upaya lain yang dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan Guru), dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan mengajarnya.[25]

Profesionalisasi harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme seseorang termasuk guru.

Dengan demikian usaha meningkatkan profesional guru merupakan tanggung jawab bersama antara LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.

Berdasarkan beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi

Sebagai acuan, tingkatan kualifikasi professional, dapat dijadikan dasar untuk menyebut atau menilai seseorang dalam kategori professional atau tidak, yaitu:
  • Cakap atau mampu. Tingkatan ini, seseorang dikatakan profesional apabila ia memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang lebih memadai dalam bidang tertentu.
  • Pembaharu. Tingkatan ini, seseorang dikatakan professional apabila disamping memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang lebih memadai, dia juga memiliki komitmen terhadap perubahan dan reformasi yang terjadi.
  • Pengembang. Tingkatan ini, seseorang dikatakan profesional apabila disamping capable dan innovator, dia juga memiliki visi yang jauh ke depan dan luas perspektifnya.[26]


[1] Pamuji, Konsep Dasar Kepemimpinan. (Jakarta; Rineka Cipta, 1992),  h.15
[2] Tilaar,  Manajemen Pendidikan Nasional. (Bandung; Remaja Rosdakarya, 2003) h. 75
[3] Efendi.  Dasar-dasar Kepemimpinan. (Jakarta; Rineka Cipta, 1997), h. 40
[4] Sadeli.  Kepemimpinan yang Profesional. (Bandung; Alfabeta, 1996), h.33
[5] Silalahi.  Pemahaman Praktis Asas-asas Manajemen. (Bandung; Mandar Maju, 200),h.104
[6] Thoha. Perilaku Organisasi(Konsep Dasar dan Aplikasinya). (Cet.III. Jakarta; Rajawali, 2000),  h. 71
[7] Gibson.   Organizations, Perilaku, Struktur, Proses. (Edisi VIII. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997), h. 98
[8] Pamuji,  Konsep Dasar Kepemimpinan. (Jakarta; Rineka Cipta, 1992) h. 77
[9] Zamroni, Op-Cit, h. 33
[10] Pidarta. Pemikiran Tentang Supervisi Pendidikan (Jakarta; Bumi Aksara, . 1992), h.  102
[11] Thoha, Op-Cit,  h. 70
[12] Darma.  Standar Kompetensi Kepala Sekolah. (Jakarta;Dunia Pustaka Jaya, 2003.)  h  253
[13] Sudjana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar.  (Bandung; Sinar Baru, 1988. ),  h  112
[14] Depdikbud. Pedoman Umum Penyelenggaraan Administrasi SMU. (Jakarta; Balai Pustaka, 1996.  ),  h . 175
[15] Ali. Pembinaan Guru Indonesia. (Jakarta; Dunia Pustaka Jaya, 1999. ), h. 67
[16] Sahabuddin. Mengajar dan Belajar. (Makassar; UNM, 1995),  h. 97
[17] Soewarni.  Profesi Keguruan. (Jakarta; Grasindo, 2001), h. 302
[18]  Usman. Menjadi Guru Profesional. (Bandung;Remaja Rosdakarya, 2000), h. 56
[19] Ibid
[20] Soewarni. Profesi Keguruan. (Jakarta; Grasindo, 2001),  h. 93
[21] Supriyoko. Profil Guru yang Profesional. (Jakarta; Rineka Cipta, 2000), h. 79
[22] Dahrin, Memperbaiki Kinerja Pendidikan Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan ( Komunitas, Forum Rektor Indonesia. Vol.1, . 2000), h. 24
[23] Arifin. Profesionalisme Guru: Analisis  Wacana Reformasi Pendidikan Dalam Era Globalisasi.  Simposium Nasional Pendidikan di UMM, 25-26 Juli 2000
[24]  Semiawan. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang Abad XXI. (Jakarta; Grasindo, 1991), h. 221
[25] Supriadi.  Mengangkat Citra dan Martabat Guru. (Jakarta; Depdikbud, 1998), h. 153
[26] Depdikbud. Op-Cit,  h. 99

Belum ada Komentar untuk "(BAB II) Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru"

Posting Komentar

Mohon tidak mengirimkan SPAM ke Blog ini !
Saling Berbagi Sobat

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...