(BAB II) Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru
Rabu, 27 Desember 2017
Tambah Komentar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep
Dasar Kepemimpinan
Istilah pemimpin
dari kata asing “leader” dan “kepemimpinan” dari “leadership”. Kepemimpinan
dalam istilah Indonesia berasal dari kata dasar “pimpin” yang berarti bimbing
atau tuntun. Kata “pimpin” lahir dari kata kerja memimpin dan kata benda
“pemimpin” yaitu orang yang berfungsi memimpin, membimbing atau menuntun.[1] Jadi pemimpin pada hakikatnya adalah
orang yang memegang peranan menentukan, mempunyai posisi dominan dan pengaruh
untuk menggerakkan dan mengarahkan orang-orang dan fasilitas dalam rangka
pencapaian tujuan kelompok atau organisasinya karena itu, setiap pemimpin memerlukan
kepemimpinan atau kemampuan untuk membimbing dan menuntun.
Arti pokok
kepemimpinan menurut Tannebaum, dkk adalah melaksanakan, menuntun, mengurus dan
menggunakan cara-cara untuk mencapai suatu hasil atau tujuan. Pelakunya ialah
“pemimpin” yaitu setiap orang yang mempunyai bawahan dan mengerjakan atau
mempengaruhi bawahannya ke arah pencapaian tujuan tertentu.[2]
Sejalan dengan
konsep kepemimpinan yang dikemukakan oleh Effendi bahwa “kepemimpinan sebagai
kegiatan si pemimpin untuk mengerahkan tingkah laku orang lain ke suatu tujuan
tertentu”.[3] Sedangkan Sadeli “kepemimpinan merupakan kemampuan
untuk membangkitkan semangat orang lain agar bersedia dan memiliki tanggung
jawab total terhadap usaha mencapai atau melampaui tujuan organisasi”.[4]
”Kepemimpinan
merupakan aspek inti dari manajemen, karena kepemimpinan akan menjadi posisi
kunci dalam kegiatan organisasi sebab kepemimpinan merupakan penyelaras dalam
kegiatan kerjasama dalam organisasi sekolah. Kepemimpinan yang efektif membawa
pengaruh positif terhadap motivasi kerja, kepuasan kerja, dan unjuk kerja”.[5]
Menurut
Thoha “kepemimpinan adalah kegiatan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau seni mempengaruhi perilaku manusia
baik perorangan maupun kelompok”. [6]
Pemimpin merupakan
agen perubah, orang yang perilakunya lebih mempengaruhi orang lain daripada
perilaku orang lain yang mempengaruhi mereka. Kepemimpinan timbul ketika suatu
anggota kelompok mengubah motivasi atau kompetensi anggota lainnya di dalam
kelompok. Dapat dikatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu usaha menggunakan
suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam
mencapai tujuan. Definisi ini menyiratkan bahwa kepemimpinan melibatkan
penggunaan pengaruh dan bahwa semua hubungan dapat melibatkan kepemimpinan,
melibatkan pentingnya menjadi agen bagi perubahan dan mampu mempengaruhi
perilaku dan kinerja pengikutnya dan memusatkan pada pencapaian tujuan.
Kepemimpinan
adalah suatu pokok dari keinginan manusia yang besar untuk menggerakkan potensi
organisasi. Kepemimpinan juga salah satu penjelas yang paling populer untuk
keberhasilan atau kegagalan dari suatu organisasi. Artinya organisasi sekolah
atau institusi pendidikan jika dinyatakan berhasil dan gagal faktor penentu
utamanya adalah kepemimpinannya. Kepemimpinan yang kuat dan tangguh serta
memiliki komitmen yang kuat dalam menyelenggarakan program organisasi amat
diperlukan dalam suatu organisasi.
Kepemimpinan
adalah sutu kegiatan dalam membimbing suatu kelompok itu yang merupakan tujuan
bersama. Kepemimpinan merupakan suatu proses atau sejumlah aksi dimana satu
orang atau lebih menggunakan pengaruh, wewenang atau kekuasaan terhadap orang
lain dalam menggerakkan sistim sosial guna mencapai tujuan sistim sosial.[7]
Berdasarkan
beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah kemampuan
seseorang untuk mempengaruhi, menggerakkan tingkah laku orang-orang ke arah
pencapaian sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.
Image from : perilakuorganisasi.com |
B.
Karakteristik Kepala Sekolah
Pamuji
mengemukakan bahwa “ada empat sifat yang perlu dimiliki seorang pemimpin,
yaitu: inteligensia, kematangan dan keluasan pandangan sosial, motivasi dan
keinginan berprestasi yang datang dari dalam serta kemampuan mengadakan
hubungan antar manusia”[8]
Kepala sekolah
sebagai manajer mempunyai peranan penting dalam membangun mutu pendidikan di
sekolah. Sebagai manajer mereka harus memiliki kemampuan, baik kemampuan
manajerial maupun kemampuan teknis.
Adanya tuntutan
secara moril seorang kepala
sekolah untuk memiliki pandangan (vision), strategi jangka panjang
tentang kearah mana organisasi akan dibawa.
Menurut Zamroni
bahwa “Keberadaan visi dari suatu organisasi seperti sekolah akan memberikan
inspirasi dan mendorong seluruh warga sekolah untuk bekerja lebih giat”. Kepala
sekolah dalam melaksanakan peranannya harus dilaksanakan dengan serasi dan
seimbang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat di sekitarnya.[9]
Kepala sekolah
harus mampu mendorong dan mengarahkan guru-guru dan komponen lainnya untuk
menyelenggarakan pendidikan dengan baik, menyediakan berbagai fasilitas
sekolah, memberdayakan tenaga yang tersedia seoptimal mungkin, membantu
menciptakan situasi sekolah yang aman dan tertib, mendorong dan menciptakan
hubungan kerja sama antara personil sekolah maupun dengan semua pihak yang
berkompeten dalam bidang pendidikan. Seorang Kepala sekolah mampu mengayomi dan
membina para guru sebagai mitra kerja melalui beberapa dimensi kegiatan, yakni:
(1) dimensi kemampuan kerja guru, dimana guru dibina agar mengetahui bagaimana
cara dan bisa mengelola proses belajar mengajar, (2) dimensi motivasi kerja,
dimana program membina guru agar memiliki semangat yang kuat dalam melaksanakan
belajar mengajar, dan (3) dimensi etika kerja, dimana guru dibina agar dalam
melaksanakan tugasnya senantiasa berlandaskan pada nilai-nilai yang telah
dianut oleh masyarakat.[10]
C. Efektifitas
kepemimpinan kepala sekolah
Kepemimpinan
merupakan inti dari menajemen, memang demikianlah halnya, karena kepemimpinan
merupakan motor penggerak dari semua sumber-sumber dan alat-alat (resurces)
yang tersedia bagi suatu organisasi”. Resurces ini digolongkan
kepada dua golongan besar yakni: (1) human
resuorces; dan (2) non human resuorces. Tugas dasar pemimpin adalah
membentuk dan memelihara lingkungan dimana manusia bekerjasama dalam suatu
kelompok yang terorganisir dengan baik, menyelesaikan tugas mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Kepemimpinan
merupakan aktivitas manajeril yang penting di dalam setiap organisasi khususnya
dalam pengambilan kebijakan dan keputusan sebagai inti dari kepemimpinan.
Menurut Thoha ada
beberapa ciri khas yang timbul dari keefektifan pelaksanaan kepemimpinan dalam
suatu organisasi sekolah yaitu: (1) perilaku pengarahan aktivitas yang terarah,
(2) aktivitas berhubungan antara kekuasaan dengan anggota yang dipimpinnya
secara terbuka, (3) proses komunikasi yang timbal balik dalam nenggerakkan
suatu kegiatan untuk mencapai tujuan yang spesifik, (4) interaksi antar
personel untuk mencapai hasil yang ditentukan secara maksimal, (5) melakukan
inisiatif dalam melakukan kegiatan dengan memilihara kepuasan kerja, dan (6)
aktivitas organisasi meningkatkan prestasi kerja para anggota yang ada di
dalamnya. Agar kerja sama dan perilaku kelompok efektif untuk pencapaian
tujuan, maka manajer dituntut untuk melaksanakan fungsi pemimpin. Dalam
pemimpin manajer mempengaruhi perilaku guru/pegawai dan mengarahkan pelaksanaan
tugas-tugas secara efektif untuk mencapai tujuan.[11]
Pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang anggotanya dapat merasakan bahwa kebutuhan mereka
terpenuhi, baik kebutuhan bekerja, motivasi, rekreasi, kesehatan, sandang,
pangan, tempat tinggal, maupun kebutuhan lainnya yang pantas didapatkannya.
Pendek kata, semua kebutuhan anggota organisasi terpenuhi dengan baik.
Proses tersebut
terdiri atas masukan, proses, dan keluaran, bukan sesuatu yang terjadi seketika.
Jadi, kepemimpinan adalah suatu kemampuan dan kegiatan mencoba untuk
mempengaruhi orang lain disekitarnya untuk melaksanakan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai anggota organisasi dengan berhasil mencapai tujuan usaha
pendidikan. Hal ini memungkinkan pemimpin untuk menyelesaikan rencana, maksud
dan sasaran organisasi dengan cara bekerja sama dengan orang lain, sehingga
tercapai target yang ditentukan. Dengan demikian, peran pemimpin dalam lembaga
pendidikan sebagai figur sangat diperlukan dalam mengambil kebijakan dan
keputusan sehingga berbagai persoalan dapat diatasi dalam keadaan yang paling
rumit sekalipun. Hal-hal penting yang perlu dicatat mengenai komponen
kepemimpinan pendidikan adalah: (1) proses rangkaian tindakan dalam sistim
pendidikan; (2) mempengaruhi dan memberikan teladan; (3) memberi perintah
dengan cara persuasi dan manusiawi tetapi tetap menjunjung tinggi disiplin dan
aturan yang dipedomani; (4) pengikut mematuhi perintah sesuai kewewenangan dan
tanggung jawab masing-masing; (5) menggunakan authority dan power
dalam batas yang dibenarkan; dan (6) menggerakkan atau mengarahkan semua
personel dalam institusi guna menyelesaikan tugas sehingga tercapai tujuan,
meningkatkan hubungan kerja di antara personel, membina kerjasama, menggerakkan
sumberdaya organisasi, dan memberi motivasi kerja.[12]
Pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang selain berorientasi pada tugas (task specialist).
Sekaligus berorientasi pada hubungan antar manusia (human relation
specialist). Kelompok yang berprestasi tinggii lazimnya mempunyai pemimpin
yang dapat menyampaikan harapan-harapan organisasi kepada anggota kelompok
tentang tingkat kinerja yang dibutuhkan. Sikap yang ditunjukkan oleh pemimpin
dalam mengkomunikasikan harapan-harapan mereka tentang kinerja akan menentukan
apakah mereka akan diterima oleh anggota kelompok atau tidak.
D. Hakikat
profesi
Kata
”profesional” berasal dari kata sifat yang berarti mata pencaharian dan profesi
sebagai kata benda yang berarti orang yang mempunyai keahlian seperti guru,
dokter, hakim, dan sebagainya. Dengan kata lain pekerjaan yang bersifat
profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka yang khusus
dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan
yang dilakukan oleh mereka yang
karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain.[13]
Profesional lebih menggambarkan suatu keadaan
derajat kemampuan seseorang ditinjau dari segi sikap, pengetahuan, keterampilan
dan keahlian yang diperlukan dalam melaksanakan tugas.[14] Apabila profesi yang dimaksud adalah
profesi guru, maka professional adalah kemampuan guru ditinjau dari segi sikap,
pengetahuan, keterampilan dan keahlian yang diperlukan dalam proses belajar
mengajar di kelas.
Guru dikatakan
sebagai tenaga profesi karena pekerjaan guru harus dilalui dengan pendidikan
khusus (Lembaga pendidikan tenaga kependidikan) dan memiliki keahlian sehingga
ia dapat menunjukkan kelebihan-kelebihan yang berbeda dengan orang lain, yang
tidak memperoleh pendidikan atau latihan khusus.
Mengingat tugas
dan tanggung jawab guru yang begitu kompleksnya, maka profesi ini memerlukan
persyaratan khusus antara lain dikemukakan berikut ini: (1) menuntut adanya
keterampilan yang berdasar konsep dan teori ilmu pengetahuan yang mendalam, (2)
menekankan pada suatu keahlian dalam bidang tertentu sesuatu sesuai dalam
bidang profesinya, (3) menuntut adanya tingkat pendidikan keguruan yang
memadai, (4) adanya kepekaan terhadap kemasyarakatan dari pekerjaan yang dilaksanakan,
dan (5) memungkinkan perkembangan
sejalan dengan dinamika kehidupan.[15]
Selain
persyaratan tersebut, sebetulnya masih ada persyaratan yang harus dipenuhi oleh
setiap pekerjaan yang tergolong ke dalam suatu profesi antara lain: (1)
memiliki kode etik, sebagai acuan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, (2)
memiliki klien / obyek layanan yang tetap, seperti dokter dan pasienya, guru
dengan siswanya, dan (3) diakui oleh masyarakat karena memang diperlukan
jasanya di masyarakat.
Menurut
Sahabuddin seorang guru yang memiliki professional yang tinggi terhadap
profesinya adalah: (1) Melaksanakan tugasnya dengan menunjukkan sikap
menjunjung tinggi karirnya dengan menjaga citra profesinya. Oleh sebab itu
perilakunya dalam bekerja tidal asal-asalan, melainkan dengan perencanaan yang
matang dalam melakukan setiap pekerjaan, (2) Menunjukkan kehati-hatian tentang
apa yang akan dikerjakan atau diputuskan, karena tidak semua pengetahuan boleh
diajarkan kepada siswa, (3) Menunjukkan sikap sadar tujuan, karena dalam
melaksanakan sesuatu ia harus mengetahui mengapa dan untuk apa sesuatu
dilakukan. Oleh sebab itu dalam melaksanakan tugasnya sebagai pengajar harus
merumuskan apa yang ingin dicapai dalam proses belajar mengajar dalam bentuk
tujuan umum dan tujuan khusus pengajaran, (4) sikapnya berorientasi pada
efisiensi dan efektifitas. Oleh sebab itu dalam mengajar guru mengetahui dan
memilih metode yang cocok dengan materi dan situasi yang dihadapi, efisien
dalam pelaksanaan, efektif dalam pencapaian hasil, (5) Menunjukkan sikap
obyektif. Dalam menentukan keberhasilan belajar diusahakan dan digunakan alat
evaluasi yang dapat menunjukkan prestasi belajar siswa secara obyektif, (6)
Sikapnya terbuka untuk perbaikan bahkan inovasi. Hasilnya evaluasi berguna
untuk mengetahui sejauh mana apa yang diajarkan itu berhasil diserap oleh
siswa. Dengan mengetahui penyebabnya, guru dapat memperbaiki atau mengadakan
pembaharuan berdasarkan hasil penilaian.[16]
Seseorang
dikatakan professional manakala seseorang itu memiliki pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang sesuai untuk bidang pekerjaan yang digelutinya.
Tentu saja dalam hal ini bukan hanya sekedar memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tertentu, yang lebih penting adalah ketiga aspek
tersebut secara terpadu diimplementasikan dalam pelaksanaan profesinya.[17]
Tugas guru
sebagai profesi meliputi mendidik, mengajar, dan melatih. Mendidik berarti
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar berarti meneruskan dan
mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan melatih berarti
mengembangkan keterampilan-keterampilan yang dimiliki siswa. Tugas guru
dibidang kemanusiaan di sekolah harus dapat menjadikannya dirinya sebagai orang
tua kedua. Ia harus mampu menarik simpati sehingga ia menjadi idola para
siswanya. Pelajaran apapun yang diberikan, hendaknya dapat menjadi motivasi
bagi siswanya dalam belajar. Bila seorang guru dalam penampilannya sudah tidak
menarik, maka kegagalan pertama adalah ia tidak akan dapat menanamkan benih
pengajarannya itu kepada para siswanya.[18]
Masyarakat
menempatkan guru pada tempat yang lebih terhormat di lingkungannya karena dari
seorang guru diharapkan masyarakat dapat memperoleh ilmu pengetahuan. Ini
berarti bahwa guru berkewajiban mencerdaskan bangsa menuju pembentukan manusia
Indonesia seutuhnya. Tugas dan peran guru di masyarakat merupakan komponen
strategis yang memilikh peran yang penting dalam menentukan gerak maju
kehidupan bangsa. Bahkan keberadaan guru merupakan factor condisio sine quanon
yang tidak mungkin digantikan oleh komponen mana pun dalam kehidupan bangsa
sejak dulu, terlebih-lebih pada era kontemporer ini.[19]
E. Faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru
Guru sangat
mungkin dalam menjalankan profesinya bertentangan dengan hati nuraninya, karena
ia paham bagaimana harus menjalankan profesinya namun karena tidak sesuai
dengan kehendak pemberi petunjuk atau komando maka cara-cara para guru tidak
dapat diwujudkan dalam tindakan nyata. Guru selalu diinterpensi. Tidak adanya
kemandirian atau otonomi itulah yang mematikan profesi guru dari sebagai
pendidik menjadi pemberi instruksi atau penatar. Bahkan sebagai penatarpun guru
tidak memiliki otonomi sama sekali. Selain itu, ruang gerak guru selalu
dikontrol melalui keharusan membuat satuan pelajaran (SP). Padahal, seorang
guru yang telah memiliki pengalaman mengajar di atas lima tahun sebetulnya
telah menemukan pola belajarnya sendiri. Dengan dituntutnya guru setiap kali
mengajar membuat SP maka waktu dan energi guru banyak terbuang. Waktu dan
energi yang terbuang ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya.
Ada lima penyebab
rendahnya profesionalisme guru; (1) masih banyak guru yang tidak menekuni
profesinya secara total, (2) rentan dan rendahnya kepatuhan guru terhadap norma
dan etika profesi keguruan, (3) pengakuan terhadap ilmu pendidikan dan keguruan
masih setengah hati dari pengambilan kebijakan dan pihak-pihak terlibat. Hal
ini terbukti dari masih belum mantapnya kelembagaan pencetak tenaga keguruan
dan kependidikan, (4) masih belum smooth-nya perbedaan pendapat tentang
proporsi materi ajar yang diberikan kepada calon guru, (5) masih belum
berfungsi PGRI sebagai organisasi profesi yang berupaya secara makssimal
meningkatkan profesionalisme anggotanya. Kecenderungan PGRI bersifat politis
memang tidak bisa disalahkan, terutama untuk menjadi pressure group agar dapat
meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Namun demikian di masa mendatang PGRI
sepantasnya mulai mengupayakan profesionalisme para anggotanya. Dengan melihat
adanya faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya profesionalisme guru,
pemerintah berupaya untuk mencari alternatif untuk meningkatkan profesi guru.[20]
F.
Pengembangan dan Upaya Peningkatan Profesionalisme Guru
1. Pengembangan keprofesionalan guru
Menurut para
ahli, profesional menekankan kepada penguasaan ilmu pengetahuan atau kemampuan
manajemen beserta strategi penerapannya. Supriyoko mengemukakan bahwa
profesional bukan sekadar pengetahuan teknologi dan manajemen tetapi lebih
merupakan sikap, pengembangan profesional lebih dari seorang teknisi bukan
hanya memiliki keterampilan yang tinggi tetapi memiliki suatu tingkah laku yang
dipersyaratkan.[21]
Selain memiliki
standar profesional guru sebagaimana uraian di atas, secara konseptual
sebagaimana diuraikan dalam Dahrin dijelaskan bahwa untuk menjadi profesional
seorang guru dituntut untuk memiliki lima hal: (1) Guru mempunyai komitmen pada
siswa dan proses belajarnya, (2) Guru menguasai secara mendalam bahan/mata pelajaran
yang diajarkannya serta cara mengajarnya kepada siswa, (3) Guru bertanggung
jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi, (4) Guru
mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari
pengalamannya, (5) Guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya.[22]
Arifin mengemukakan
guru yang profesional dipersyaratkan mempunyai; (1) dasar ilmu yang kuat
sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu
pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan
praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya
merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di
lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada
praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional
berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus
dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi
guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service
karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.[23]
Dengan adanya persyaratan
profesional guru, Arifin mempertegas bahwa perlu adanya paradigma baru untuk
melahirkan profil guru yang profesional di abad 21 yaitu; (1) memiliki
kepribadian yang matang dan berkembang; (2) penguasaan ilmu yang kuat; (3)
keterampilan untuk membangkitkan peserta didik kepada sains dan teknologi; dan
(4) pengembangan profesi secara berkesinambungan. Keempat aspek tersebut
merupakan satu kesatuan utuh yang tidak dapat dipisahkan dan ditambah dengan
usaha lain yang ikut mempengaruhi perkembangan profesi guru yang profesional.
Apabila
syarat-syarat profesionalisme guru di atas itu terpenuhi akan mengubah peran
guru yang tadinya pasif menjadi guru yang kreatif dan dinamis. Hal ini sejalan
dengan pendapat Semiawan bahwa pemenuhan persyaratan guru profesional akan
mengubah peran guru yang semula sebagai orator yang verbalistis menjadi
berkekuatan dinamis dalam menciptakan suatu suasana dan lingkungan belajar yang
invitation learning environment. Dalam rangka peningkatan mutu
pendidikan, guru memiliki multi fungsi yaitu sebagai fasilitator, motivator,
informator, komunikator, transformator, change agent, inovator, konselor,
evaluator, dan administrator.[24]
Pengembangan
profesional guru menjadi perhatian secara global, karena guru memiliki tugas
dan peran bukan hanya memberikan informasi-informasi ilmu pengetahuan dan
teknologi, melainkan juga membentuk sikap dan jiwa yang mampu bertahan dalam
era hiperkompetisi. Tugas guru adalah membantu peserta didik agar mampu
melakukan adaptasi terhadap berbagai tantangan kehidupan serta desakan yang
berkembang dalam dirinya. Pemberdayaan peserta didik ini meliputi aspek-aspek
kepribadian terutama aspek intelektual, sosial, emosional, dan keterampilan.
2. Upaya meningkatkan kemampuan profesilisme
guru
Pemerintah telah
berupaya untuk meningkatkan profesional guru diantaranya meningkatkan
kualifikasi dan persyaratan jenjang pendidikan yang lebih tinggi bagi tenaga
pengajar mulai tingkat persekolahan sampai perguruan tinggi. Program penyetaraan
Diploma II bagi guru-guru SD, Diploma III bagi guru-guru SLTP dan Strata I
(sarjana) bagi guru-guru SLTA. Meskipun demikian penyetaraan ini tidak bermakna
banyak, kalau guru tersebut secara entropi kurang memiliki daya untuk melakukan
perubahan.
Upaya lain yang
dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru, misalnya PKG (Pusat Kegiatan
Guru), dan KKG (Kelompok Kerja Guru) yang memungkinkan para guru untuk berbagi
pengalaman dalam memecahkan masalah-masalah yang mereka hadapi dalam kegiatan
mengajarnya.[25]
Profesionalisasi
harus dipandang sebagai proses yang terus menerus. Dalam proses ini, pendidikan
prajabatan, pendidikan dalam jabatan termasuk penataran, pembinaan dari
organisasi profesi dan tempat kerja, penghargaan masyarakat terhadap profesi
keguruan, penegakan kode etik profesi, sertifikasi, peningkatan kualitas calon
guru, imbalan, dll secara bersama-sama menentukan pengembangan profesionalisme
seseorang termasuk guru.
Dengan demikian
usaha meningkatkan profesional guru merupakan tanggung jawab bersama antara
LPTK sebagai penghasil guru, instansi yang membina guru (dalam hal ini
Depdiknas atau yayasan swasta), PGRI dan masyarakat.
Berdasarkan
beberapa upaya yang telah dilakukan pemerintah di atas, faktor yang paling
penting agar guru-guru dapat meningkatkan kualifikasi dirinya yaitu dengan
menyetarakan banyaknya jam kerja dengan gaji guru. Program apapun yang akan
diterapkan pemerintah tetapi jika gaji guru rendah, jelaslah untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya guru akan mencari pekerjaan tambahan untuk mencukupi
kebutuhannya. Tidak heran kalau guru-guru di negara maju kualitasnya tinggi
atau dikatakan profesional, karena penghargaan terhadap jasa guru sangat tinggi
Sebagai acuan,
tingkatan kualifikasi professional, dapat dijadikan dasar untuk menyebut atau
menilai seseorang dalam kategori professional atau tidak, yaitu:
- Cakap atau mampu. Tingkatan ini, seseorang dikatakan profesional apabila ia memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang lebih memadai dalam bidang tertentu.
- Pembaharu. Tingkatan ini, seseorang dikatakan professional apabila disamping memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan sikap yang lebih memadai, dia juga memiliki komitmen terhadap perubahan dan reformasi yang terjadi.
- Pengembang. Tingkatan ini, seseorang dikatakan profesional apabila disamping capable dan innovator, dia juga memiliki visi yang jauh ke depan dan luas perspektifnya.[26]
[6] Thoha. Perilaku Organisasi(Konsep
Dasar dan Aplikasinya). (Cet.III. Jakarta; Rajawali, 2000), h. 71
[7] Gibson.
Organizations, Perilaku,
Struktur, Proses. (Edisi VIII. Jakarta; Binarupa Aksara, 1997), h. 98
[12] Darma. Standar Kompetensi Kepala Sekolah. (Jakarta;Dunia
Pustaka Jaya, 2003.) h 253
[13] Sudjana. Dasar-dasar Proses Belajar
Mengajar. (Bandung; Sinar Baru, 1988.
), h
112
[14] Depdikbud. Pedoman Umum Penyelenggaraan
Administrasi SMU. (Jakarta; Balai Pustaka, 1996. ), h . 175
[17] Soewarni. Profesi Keguruan. (Jakarta; Grasindo,
2001), h. 302
[18]
Usman. Menjadi Guru Profesional. (Bandung;Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 56
[22] Dahrin, Memperbaiki Kinerja Pendidikan
Nasional Secara Komprehensip: Transformasi Pendidikan ( Komunitas,
Forum Rektor Indonesia. Vol.1, . 2000), h. 24
[23] Arifin. Profesionalisme Guru:
Analisis Wacana Reformasi Pendidikan
Dalam Era Globalisasi. Simposium
Nasional Pendidikan di UMM, 25-26 Juli 2000
[24]
Semiawan. Mencari Strategi Pengembangan Pendidikan Nasional Menjelang
Abad XXI. (Jakarta; Grasindo, 1991), h. 221
Belum ada Komentar untuk "(BAB II) Efektifitas Kepemimpinan Kepala Sekolah Dalam Meningkatkan Profesionalisme Guru"
Posting Komentar
Mohon tidak mengirimkan SPAM ke Blog ini !
Saling Berbagi Sobat