(BAB II) Implementasi Pembelajaran Akhlak Terhadap Tata Tertib Siswa Kelas XI
Rabu, 27 Desember 2017
1 Komentar
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran
Akhlak
1. Pengertian Pembelajaran
Akhlak
Menurut James O. Wittaker pembelajaran adalah : proses di mana tingkah laku ditimbulkan
atau diubah melalui latihan atau pengalaman.[1] Akhlak
adalah seluruh tingkah laku atau perbuatan manusia baik secara lahir maupun
bathin mengenai hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia
sendiri maupun alam sekitar.
Akhlak timbul sebagai media yang memungkinkan
adanya hubungan baik antara kholik dengan makhluk dan antara makhluk dengan
makhluk”. Lebih lanjut beliau mengartikan bahwa “Akhlak” berasal
dari bahasa Arab jama’ dari “Khulukun”
yang merupakan lughot yang diartikan : budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat”.
Berdasarkan
pendapat diatas dapat penulis simpulkan bahwa akhlak adalah sebuah perangai
yang berhubungan dengan baik-buruk. Akhlak
juga dapat diartikan etika dalam bahasa yunani yaitu dari kata “Ethos” yang
berarti adapt kebiasaan, memang ada kesamaan di dalamnya yaitu sama-sama
membahas masalah baik da buruknya tingkah laku manusia. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Dr. h. Hamzah Ya’qub bahwa :
"Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan
mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat
diketahui oleh akal pikiran. Akhlak adalah
ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan
tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan bathin"
Berdasarkan uraian diatas dapat
disimpulkan bahwa akhlak adalah segala tingkah laku manusia baik dalam
hubunganya dengan Allah maupun dengan manusia itu sendiri ataupun juga dengan
alam sekitarnya yang secara baik yang biasa disebut dengan etika atau moral,
selain itu juga Akhlak biasa disebut dengan kata-kata susila, kesosialan, tata
susila, budi pekerti, kesopanan, sopan santun, adap, perangai, tingkah laku,
perilaku dan juga kelakuan.
Akhlak mempunyai pengertian yang sama dengan tingkah laku yang dalam
bahasa Arab berarti budi pekerti, sedangkan menurut Abu Bakar Jabir Al-Jaziri“akhlak
ialah ungkapan tentang sikap jiwa yang menimbulkan perbuatan-perbuatan dengan
mudah dan tidak memerlukan pertimbangan atau pikiran (lebih dulu)”.[2]
Berkaitan dengan pendapat tersebut dapat dijelaskan bahwasanya akhlak ialah
suatu daya yang telah bersemi dalam jiwa seseorang hingga dapat menimbulkan
perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa dipikir dan direnungkan lagi, yang
menjadi dasar akhlak dalam agama Islam adalah Al-Qur’an dan Al-Hadis,
sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an bahwasanya Nabi Muhammad SAW
adalah Rosul Allah yang patut dijadikan suri tauladan bagi sekalian umat
manusia, karena dalam dirinya terdapat akhlak yang mulia. Dalam Al-Qur’an surat
Al-Ahzab ayat 21 yang artinya :
"Sesungguhnya Telah ada pada (diri)
Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap
(rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah".[3] (Q.S. Al-Ahzab : 21)
Berdasarkan ayat tersebut dapat dijelaskan bahwasanya Nabi Muhammad SAW,
sebagai Nabi dan Rasul Alah SWT, yang patut di jadikan suritauladan bagi kita
semua. Terlebih-lebih bagi generasi penerus yakni para remaja karena Nabi
Muhammad SAW memiliki akhlak yang mulia, kemudian akhlak beliau telah
dijelaskan dalam Al-Qur’an agar di pahami dan dijadikan sumber keteladanan bagi
umatnya.
Adapun nilai-nilai luhur akhlak Nabi Muhammad SAW dapat diidentifikasikan
sebagai berikut :
- Sesungguhnya Nabi Muhammad SAW adalah teladan yang baik bagi kaum muslimin, baik perkataan-perkataan beliau, perbuatan-perbuatannya, peri hidup bahkan juga dalam ibadanya.
- Nabi Muhammad SAW selalu berkata jujur. Nabi SAW. Tidak pernah berdusta, baik dalam keadaan sungguh-sungguh maupun pada waktu bersenda gurau.
- Menepati janji juga menjadi akhlak Rasulullah SAW.
- Dan termasuk diantara akhlak Nabi SAW. Yang lainnya ialah sifat sabar, tenggang rasa dan pemaaf.[4]
Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rasul Allah SWT. Telah dibekali 4
sifat utama yang menjadikan mulia yaitu :
- Siddiq (jujur dan benat)
- Amanah (terpercaya)
- Tabliq (berani menyampaikan atau membela kebenaran)
- Fatonah (cerdas dan cakap)
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwasanya sebagai muslim yang baik,
tentunya kita harus membiasakan diri meneladani akhlak mulia Rasulullah SAW
yaitu dengan cara :
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa segala sikap dan prilaku, ucapan, tindakan Rasulullah SAW adalah petunjuk dan bimbingan dari Allah SWT.
- Meyakini dengan sepenuh hati bahwa perintah Rasulullah adalah perintah Allah dan begitu pula larangannya.
- Melaksanakan semua perintah dan meninggalkan semua yang dilarang Rasulullah SAW dengan ikhlas
- Mematuhi hukum dan peraturan yang telah du buat dan di tetapkan oleh Rasulullah dalam sunnahnya.
Berbeda dengan
negara-negara maju atau negara-negara modern yang memang sudah lama mengalami
pertumbuhan dan perkembangan sehingga menjadi negara yang makmur sejahtera
serta kuat, baik secara ekonomi, sosial, politik, budaya dan sebagainya; maka
negara-negara yang sedang berkembang, sesuai dengan julukannya, memang baru
memulai untuk bangkit mengadakan pembangunan berbagai aspek kehidupannya, baik
secara ekonomi, sosial, budaya. Politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
sebagainya.
Beberapa ciri
khas dari negara-negara yang sedang berkembang adalah:
- Secara politis, pada umumnya baru mengalami kemerdekaan atau lepas dari penjajahan barat.
- Secara ekonomis, pada umumnya miskin dan masih sangat bergantung pada alamnya.
- Secara demografis, pada umumnya padat penduduk, dengan tingkat pertambahan penduduk karena kelahiran yang tinggi.
- Secara budaya, kokoh berpegang pada warisan budaya tradisional secara turun-temurun. Ciri-ciri tersebut, tentunya banyak mempengaruhi, kalau tidak boleh dikatakan menentukan bentuk dan sistem pendidikan yang dikembangkannya. Dalam rangka pembangunan nasional, bangsa-bangsa yang sedang berkembang tersebut pada umumnya memang memusatkan perhatian perhatian pada pengembangan sistem pendidikan nasionalnya, dalam pengertian bahwa ciri-ciri yang ada pada bangsa yang bersangkutan, menjadi dasar bagi kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikannya.
2. Ruang
Lingkup Akhlak
Syariat atau
hukum Islam mencakup segala aktifitas, maka ruang lingkup akhlak pun dalam
Islam meliputi semua aktifitas manusia dalam segala bidang hidup dan kehidupan.
Dalam garis besarnya, akhlak dibagi atas akhlak terhadap Allah atau Khalik
(pencipta), dan akhlak terhadap makhluk. Akhlak terhadap Allah dijelaskan dan
dikembangkan oleh Ilmu Tasawuf dan tarikat-tarikat, sedangkan akhlak terhadap
makhluk dijelaskan oleh ilmu akhlak.
Akhlak yang mulia
demikian ditekankan karena disamping akan membawa kebahagiaan bagi individu,
juga sekaligus membawa kebahagiaan bagi masyarakat pada umumnya. Dengan kata
lain bahwa akhlak utama yang ditampilkan seseorang, manfaatnya adalah untuk
orang yang bersangkutan.
Al-Aqur’an banyak
sekali memberi informasi tentang manfaat akhlak yang mulia itu. Allah berfirman
:
Artinya : Barangsiapa yang mengerjakan amal
saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya
akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik, dan sesungguhnya akan Kami
beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah
mereka kerjakan.[5] (Q.S. An-Nahl,
16 : 277).
Ayat tersebut di atas dengan jelas
menggambarkan keuntungan atau manfaat dari akhlak mulia, yang dalam hal ini
beriman dan beramal shaleh. Mereka itu akan memperoleh kehidupan yang baik,
mendapat rezeki yang berlimpah ruah, mendapatkan pahala yang berlipat ganda
akhirat dengan masuknya ke dalam surga. Hal ini menggambarkan bahwa manfaat
dari akhlak mulia adalah keberuntungan hidup di dunia dan di akhirat.
3. Sumber
Ajaran Akhlak
Segala sesuatu perbuatan manusia yang mengarah kepada
kebaikan sudahlah tentu mempunyai dasar yang menjadi pegangan sebagai sumber
dasar yang dilakukan, sebagai umat islam sesuai dengan tuntunan Rasullullah SAW, tentu saja kita harus
memakai Al- Qur’an dan Al-Hadist yang menjadi warisan Nabi Muhammad SAW.
Pendidikan Islam bertugas
mempertahankan, menanamkan, dan mengembangkan kelangsungan berfungsinya
nilai-nilai Islami yang bersumber dari kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadits.[6]
Begitu pula akhlak yang merupakan bagian pembahasan dari pendidikan Islam juga
bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Jadi jelaslah bahwa dasar yang
harus dikerjakan manusia dalam bertingkah laku adalah Al-Qur’an dan Al-Sunnah
serta pemikiran para ahli yang didasari Taqwa Kepada Allah SWT. Disamping sumber atau dasar
akhlak sebagaimana yang dijelaskan diatas juga ada tujuan yang hendak dicapai
oleh Akhlak yaitu tercapainya kebaikan dan keutamaan.
Adapun kebaikan manusia itu
menurut Al-Ghazali bersumber pada empat hal:
- Kebaikan jiwa (al-nafs). Ini berasal dari ilmu, kebijaksanaan, kesucian diri, dan keadilan.
- Kebaikan dan keutamaan badan (jasmaniah). Bisa diperoleh melalui sehat, kuat, tampan, dan panjang usia.
- Kebaikan yang datang dari luar (exsternal/al-kharijiah). Berasal dari harta, keluarga, pangkat, nama baik/kehormatan.
- Kebaikan bimbingan (taufiq-hidayah). Ini diperoleh dengan; petunjuk, bimbingan, pelurusan, penguatan dari Allah.[7]
Selain dari itu ada tujuan yang utama sebagaimana yang
dikemukakan Omar Muhammad yang diterjemahkan Oleh Hasan Langgulung yaitu :
“Tujuan tertinggi agama dan akhlak ialah menciptakan akebahagiaan dua kampung
(Dunia dan akhirat), kesempurnaan jiwa bagi individu dan menciptakan kebahagiaan,
kemajuan, kekuatan dan keteguhan bagi Masyarakat”.
Berdasarkan
kutipan diatas maka tujuan Akhlak adalah Untuk membentuk anak agar menjadi
orang yang berilmu sempurna, beramal sholeh, berakhlak baik dan berjiwa Besar.
4. Cara-cara
Pembinaan Akhlak Pada Siswa
Adapun
cara yang dipakai oleh orang islam untuk pendidikan budi pekerti terbatas pada
hal-hal yang berikut ini : Pertama, memberi petunjuk dan pendekatan, dengan
cara menerangkan mana yang baik dan mana yang buruk, cerita-cerita, dan
nasehat-nasehat yang baik, yang menganjurkan untuk melakukan budi pekerti yang
baik dan akhlak yang mulia. Kedua, Mempergunakaan instinct untuk mendidik
anak-anak , dengan cara:
- Anak-anak suka di puji dan disanjung untuk memenuhi keinginan “Instinct berkuasa”, dan ia takut celaan dan cercaan. Maka oleh karena itu kalau anak-anak mengerjakan sesuatu yang baik hendaklah ia di puji.
- Mempergunakan instinct meniru. Sesuai dengan ini para pendidik Islam mensyaratkan supaya Guru anak-anak itu haruslah orang-orang yang memiliki sifat-sifat yang utama dan berakhlak, karena anak-anak yang menuruti jejak gurunya, apa yang dianggap jelek oleh guru, maka jeleklah dalam pandangan anak-anak, sebaliknya apa yang dianggap baik oleh guru, maka baiklah dalam pandangan anak-anak.
- Memperhatikan instinct bermasyarakat. Anak-anak disuruh belajar di tempat yang sudah ada anak-anak yang lain sesuai dengan instsinct untuk bermasyarakat yang terdapat pada dirinya. Apabila instinct bermasyarakat ini telah di penuhi, akan memberi efek dalam segi-segi yang lain dalam kehidupanya dan akan membangkitkan semangat apabila ia melihat kemajuan yang telah dicapai oleh kawan-kawannya. Hal ini merupakan factor yang penting untuk mendidik akhlak. Berdasar kutipan tersebut maka cara-cara pembinaan akhlak pada siswa yaitu memberi petunjuk melalui pendidikan agama Islam tentang aqidah, syari’ah, dan akhlak.
5. Faktor
–faktor yang mempengaruhi Akhlak anak
Kita
telah ketahui bersama bahwa segala sesuatu itu mempunyai pengaruh dan
mempengaruhi antara satu dengan yang lainya, oleh karena itu dimana-mana
terdapat saling pengaruh mempengaruhi antara satu dengan yang lainya, begitu
pula akhlak siswa juga ada sesuatu hal yang mempengaruhinya.
Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi akhlak siswa adalah sebagaimana yang
dikemukakan oleh Kasmuri Selamat yaitu “(1) adat kebiasaan (2) insting atau naluri (3) pendidikan (4) lingkungan (5)
media informasi.[8]
Sedangkan
ahli psikologi
berpendapat sebagaimana yang dikemukakan Oleh Enung Fatimah yaitu “perkembangan
pribadi seseorang dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu factor keturunan
(pembawaan) dan
faktor lingkungan (pengalaman)”.[9]
Adapun
kedua factor tersebut sama-sama memiliki pengaruh yang kuat dan dominan
terhadap pembentukan dan perkembangan kepribadian seseorang. Aliran yang
menyatakan bahwa kedua faktor itu (pembawaan dan pengalaman) secara terpadu
memberikan pengaruh terhadap kehidupan seseorang adalah aliran konvergensi.
Menurut aliran ini, pengaruh pembawaan dan lingkungan sama-sama dominan dalam
pembentukan kepribadian individu.
Itulah
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi akhlak pada siswa. Jadi keberadaan Kepala
sekolah dan Guru akan menjadi faktor yang berasal dari luar dari akhlak siswa.
Kepala sekolah dan guru yang secara bersama-sama mampu memberikan teladan dan
pola pembinaan secara rutin, terprogram dan baik, maka akan berimplikasi baik
pula terhadap kualitas akhlak siswa.
B. Tata Tertib Siswa
1. Pengertian Tata Tertib Siswa
Tata tertib
adalah “ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan sekolah sehari-hari dan
mengandung sangsi terhadap pelanggarnya.[10] Tata tertib
adalah kumpulan aturan-aturan yang dibuat secara tertulis dan mengikat anggota
masyarakat. Tata tertib sekolah merupakan aturan yang
harus dipatuhi setiap warga sekolah tempat berlangsungnya proses belajar
mengajar. Pelaksanaan tata tertib sekolah akan dapat berjalan dengan baik jika
guru, aparat sekolah, dan siswa saling mendukung tata tertib sekolah, kurangnya
dukungan dari siswa akan mengakibatkan kurang berartinya tata tertib sekolah
yang diterapkan di sekolah. Tata tertib sekolah merupakan satu kesatuan yang
tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lain sebagai aturan yang
berlaku di sekolah agar proses pendidikan dapat berlangsung secara efektif dan
efisien.
Menurut Suryosubroto, kewajiban menaati tata tertib sekolah
adalah hal yang penting sebab merupakan bagian dari sistem persekolahan dan
bukan sekadar sebagai kelengkapan sekolah.[11] Peraturan menunjuk pada patokan atau
standard yang sifatnya umum yang harus dipatuhi oleh siswa. Misalnya, peraturan tentang kondisi yang harus dipenuhi oleh
siswa di dalam kelas pada waktu pelajaran sedang berlangsung.
Tata tertib menunjuk pada patokan atau
standard untuk aktifitas khusus. Misalnya, tentang penggunaan seragam,
penggunaan laboratorium, mengikuti upacara bendera, mengerjakan tugas rumah,
pembayaran SPP, dan lain sebagainya.
Di sekolah, gurulah yang diberi tanggung
jawab untuk menyampaikan dan mengontrol berlakunya tata tertib sekolah. Pada dasarnya tata tertib untuk murid adalah
sebagai berikut :[12]
- Tugas dan kewajiban dalam kegiatan intra sekolah
- Larangan-larangan yang harus diperhatikan
- Sangsi bagi siswa-siswi
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
tata tertib adalah kepatuhan atau kedisiplinan individu terhadap peraturan yang
harus ditaati pada sebuah lembaga pendidikan yang dibebani tanggung jawab yang
diharapkan siswa dapat berkembang sesuai dengan kemampuannya secara maksimal
yang pada akhirnya dapat disumbangkan terhadap perkembangan masyarakat yang
adil dan makmur.
2. Tujuan Penggunaan Tata Tertib Siswa
Tujuan adalah
target yang terikat waktu, keinginan mencapai hasil pada waktu tertentu atau
sesuatu yang hendak kita kerjakan menurut perencanaan waktu kita untuk mencapai
sasaran. Dalam kaitan dengan tujuan diadakannya tata tertib di sekolah adalah
siswa diharap dapat menyelesaikan belajarnya sesuai dengan waktu yang
ditentukan atau lebih cepat dan memepunyai prestasi yang tinggi.
Sedangkan belajar merupakan suatu proses
terarah kepada pencapaian tujuan tertentu. Dalam hal ini dapat dinyatakan bahwa
tujuan mengandung dua arti yakni arah dan titik akhir. Seorang siswa harus
mempunyai titik tolak, arah bergerak dan tempat berhenti sesuai dengan norma
yang diyakini kebenarannya.
Hal tersebut di atas mengandung makna,
bahwa tujuan memegang peranan yang sangat penting karena akan memberikan arah
pada proses pendidikan, sehingga tujuan dalam belajar harus dimiliki siswa.
Mengenai hal ini, Tabrani Rusyan dkk. (1994:84) bahwa tujuan belajar merupakan
rumusan tentang perubahan tingkah laku apa yang diperoleh setelah proses
belajar mengajar berlangsung. Bila tujuan diketahui, maka siswa memiliki
motivasi untuk mentaati dan melaksanakan agar tujuan diadakannya suatu kegiatan
dapat diketahui. Oleh karena itu dalam merumuskan sebuah tata tertib sesuai
dengan keadaan siswa sering dilibatkan, sebab bagaimanapun siswalah yang akan
melaksanakannya. Tata tertib yang tidak jelas tujuannya, sering sekali siswa
cenderung untuk melanggarnya.
Kewajiban mentaati tata tertib sekolah
adalah hal yang penting sebab bagian dari sistem persekolahan dan bukan bagian
sistem kelengkapan sekolah. Konsekwensi diadakannya sebuah peraturan harus
dilaksanakan bukan dijadikan pajangan saja. Betapapun bagusnya sebuah aturan
tanpa didukung dengan adanya hukuman atau sangsi bagi orang yang melanggar dan
penghargaan bagi orang yang melaksanakannnya, siswa tidak termotivasi untuk
melaksanakan sebuah aturan yang dibuat.
C. Implementasi Pembelajaran Akhlak Terhadap
Tata Tertib Siswa
Para siswa
merupakan generasi muda
yang merupakan sumber insani bagi pembangunan
nasional, untuk itu pula pembinaan bagi
mereka dengan mengadakan upaya-upaya
pencegahan pelanggaran norma-norma agama dan
masyarakat. Dalam pembinaan
akhlak siswa dipengaruhi
oleh beberapa factor diantaranya.
1. Lingkungan
keluarga
Pada dasarnya, masjid itu menerima
anak-anak setelah mereka dibesarkan dalam
lingkungan keluarga, dalam
asuhan orang tuanya. Dengan demikian,
rumah keluarga muslim
adalah benteng utama tempat
anak-anak dibesarkan melalui
pendidikan Islam. Yang dimaksud dengan keluarga muslim adalah keluarga yang mendasarkan aktivitasnya pada
pembentukan keluarga yang
sesuai dengan syariat Islam. Berdasarkan al-quran dan
sunnah, kita dapat mengatakan bahwa tujuan terpenting dari pembentukan keluarga
adalah hal-hal berikut:
Pertama.
Mendirikan syariat Allah
dalam segala permasalahan rumah tangga.
Kedua, mewujudkan ketentraman
dan ketenangan psikologis. Ketiga,
mewujudkan sunnah Rasulallah
saw. Keempat, memenuhi kebutuhan
cinta-kasih anak-anak. Naluri
menyayangi anak merupakan potensi
yang diciptakan bersamaan
dengan penciptaaan manusia dan binatang. Allah
menjadikan naluri itu
sebagai salah satu landasan
kehidupan alamiah, psikologis,
dan sosial mayoritas makhluk
hidup. Keluarga, terutama
orang tua, bertanggung
jawab untuk memberikan kasih
sayang kepada anak-anaknya. Kelima, menjaga fitrah
anak agar anak
tidak melakukan penyimpanganpenyimpangan.
2. Lingkungan
Sekolah
Perkembangan akhlak
anak yang dipengaruhi
oleh lingkungan sekolah. Disekolah
ia berhadapan dengan
guru-guru yang bergantiganti. Kasih guru kepada
murid tidak mendalam
seperti kasih orang tua
kepada anaknya, sebab
guru dan murid
tidak terkait oleh
tali kekeluargaan. Guru bertanggung
jawab terhadap pendidikan
muridmuridnya, ia harus
memberi contoh dan teladan bagi
bagi mereka, dalam segala mata
pelajaran ia berupaya
menanamkan akhlak sesuai dengan
ajaran Islam. Bahkan
diluar sekolah pun ia harus
bertindak sebagai seorang pendidik.
Kalau
di rumah anak
bebas dalam gerak-geriknya, ia
boleh makan apabila lapar,
tidur apabila mengantuk
dan boleh bermain, sebaliknya di
sekolah suasana bebas
seperti itu tidak
terdapat. Disana ada aturan-aturan
tertentu. Sekolah dimulai
pada waktu yang ditentukan, dan
ia harus duduk selama
waktu itu pada
waktu yang ditentukan pula.
Ia tidak boleh
meninggalkan atau menukar
tempat, kecuali seizin gurunya.
Pendeknya ia harus menyesuaikan diri
dengan peraturan-peraturan
yang ada ditetapkan.
Berganti-gantinya guru dengan kasih
sayang yang kurang
mendalam, contoh dari
suri tauladannya, suasana yang
tidak sebebas dirumah
anak-anak, memberikan pengaruh terhadap perkembangan akhlak mereka.
3. Lingkungan
Masyarakat
Masyarakat
turut serta memikul
tanggung jawab pendidikan dan masyarakat
juga mempengaruhi akhlak
siswa atau anak. Masyarat yang berbudaya,
memelihara dan menjaga
norma-norma dalam kehidupan dan
menjalankan agama secara
baik akan membantu perkembangan akhlak
siswa kepada arah
yang baik, sebaliknya masyarakat yang
melanggar norma-norma yang
berlaku dalam kehidupan dan tidak
tidak menjalankan ajaran agama
secara baik, juga akan memberikan pengaruh
kepada perkembangan akhlak
siswa, yang membawa mereka kepada
akhlak yang baik.
Dengan demikian, di pundak masyarakat terpikul keikutsertaan dalam membimbing
dan perkembangan akhak
siswa. Tinggi dan rendahnya
kualitas moral dan
keagamaan dalam hubungan
social dengan siswa amatlah
mendukung kepada perkembangan
sikap dan perilaku mereka.
Di dalam penerapannya, yang dilakukan
adalah meningkatkan keimanan siswa yang diwujudkan dalam akhlaqnya yang
terpuji, melalui pemberian dan pemupukkan pengetahuan, penghayatan, pengamalan
serta pengalaman siswa tentang Aqidah dan Akhlaq Islam, sehingga menjadi
manusia Muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi,
bermasyarakat, berbangasa dan bernegara, yang nantinya diharapkan, siswa dapat
menaati tata tertib dan ketentuan-ketentuan yang ada di lingkungan sekolah,
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
Kalau boleh share full lengkapnya gan, sebagai refrensi skripsi saya
BalasHapus