Materi Shalat Berjamaah


  1. Pengertian Shalat Berjama’ah
Shalat secara etimologi (bahasa) bermakna Do’a. Sedangkan secara terminologi (istilah), shalat adalah aktivitas ibadah seorang hamba yang dimulai dari takbir (takbiratul ihram) dan diakhiri dengan salam.[1]
Menurut sayyid sabiq shalat ialah “Ibadat yang tersusun dari beberapa perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir, disudahi dengan salam, dan memenuhi beberapa syarat yang ditentukan”.[2]
Dari pendapat diatas dapat dipahami bahwa shalat merupakan bentuk perkataan dan perbuatan yang dimulai dengan takbir dan disudahi dengan salam dengan ketentuan atau syarat-syarat tertentu.
Shalat memiliki kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya, bahkan kedudukan tertinggi diantara ibadah-ibadah lainnya. Shalat merupakan tiang agama, ketika seorang muslim mendirikan shalat berarti ia telah mendirikan tiang agama. Tetapi ketika seorang muslim meninggalkan shalat berarti ia telah menghancurkan agama.
Diantara firman Allah SWT mengenai ibadah shalat adalah sebagaimana yang tertera di dalam Al Qur’an surat An-Nisa ayat 103, yaitu :
Artinya : “Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. kemudian apabila kamu telah merasa aman, Maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.”[3]

Dalam pelaksanaannya shalat dapat dilakukan sendiri-sendiri maupun secara berjama’ah.
Shalat berjamaah adalah shalat yang dilakukan oleh kaum muslimin secara bersama-sama, minimal jumlahnya adalah dua orang, yaitu satu imam dan satu makmum.[4]
Shalat berjamaah dapat dilakukan paling sedikit oleh dua orang dan dapat dilaksanakan di rumah, surau, masjid atau tempat layak lainnya. Tempat yang paling utama untuk mengerjakan shalat fardhu adalah di masjid, demikian juga shalat berjamaah. Semakin banyak jumlah jama’ahnya semakin utama dibandingkan dengan shalat berjama’ah yang sedikit pesertanya.
Dalam melaksanakan shalat berjamaah dimasjid, seseorang akan mendapatkan manfaat dan ganjaran yang lebih dibandingkan shalat sendiri dirumah. Manfaat itu berupa terjalinnya silaturahmi antara warga sekitar. Karena seringnya bertemu dan berkomunikasi ketika berada dimasjid.
Sedangkan ganjaran yang dimaksud disini adalah mendapatkan 27 pahala lebih baik serta dinaikkan derajatnya satu tingkat lebih tinggi ketika kaki melangkah untuk menuju ke masjid.
Dalam Ringkasan Hadits Muslim penulis kutip sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَقَالَ:قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلاَةُالرَّجُلِ فِي جَمَاعَةٍتَزِيدُعَلَى صَلاَ تِهِ فِي بَيْتِهِ وَصَلاَتِهِ فِي سُو قِهِ بِضْعًاوَعِشْرِينَ دَرَجَةًوَذَلِكَ أَنَّ أَحَدَهُمْ إِذَاتَوَضَّأَفَأَحْسَنَ اْلوُضُوءثُمَّ أَتَى اْلمَسْجِدَلاَيَنْهَزُهُ إِلاَّالصَّلاَةُلاَيُرِيدُإِلاَّالصَّلاَةَفَلَمْ يَخْطُ خَطْوَةًإِلاَّرُفِعَ لَهُ بِهَادَرَجَةٌوَحُطَّ عَنْهُ بِهَاخَطِيئَةٌحَتىَّ يَدْخُلَ اْلمَسْجِدَفَإِذَادَخَلَ اْلمَسْجِدَكَانَ فِي الصَّلاةِمَاكَانَتْْ الصَّلاَةُهِيَ تَحْبِسُهُ وَاْلمَلاَ ئِكَةُ يُصَلُّونَ عَلىَ أَحَدِكُمْ مَادَامَ فِي مَجْلِسِهِ الَّذِي صَلَّى فِيهِ يَقُولُونَ الَّلهُمَّ ارْحَمْهُ اللَّهُمَّ اغْفِرْلَهُ اللَّهُمَّ تُبْ عَلَيْهِ مَالَمْ يُؤْذِفِيهِ مَالَمْ يُحْدِثْ فِيهِ
Artinya : Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, dia berkata : Rasululloh bersabda: Sholatnya seseorang dengan berjama’ah akan melebihi shalatnya yang dikerjakan di rumah atau di pasar sebanyak 27 derajat. Hal itu dikarenakan seseorang diantara mereka ketika berwudhu maka dia akan berwudhu dengan sebaik-baiknya, kemudia mendatangi masjid dan tidaklah dia mendatangi masjid kecuali untuk shalat, tidak ada maksud kecuali untuk shalat, sehingga tidaklah ia melangkahkan kakinya satu langkah kecuali akan ditingkatkan derajatnya satu tingkat dan langkah menghapus satu dosa, hingga dia masuk masjid. Ketika sudah di dalam masjid maka sudah dihitung sama pahalanya dengan pahala sholat, para malaikat senantiasa mengucapkan shalawat kepada seseorang di antara kalian selama dia masih di tempat sholatnya, para malaikat mengucapkan: “Allaahummarhamhu, Allaahummaghfir lahu, Allaahumma tub ‘alaihi” (Ya Allah ! Sayangilah dia, Ya Allah! AMpunilah dia, Ya Allah! Sayangilah dia, Ya Allah! Ampunilah dia, Ya Allah! Terimalah taubatnya) hal ini selama dia belum bercakap-cakap dan belum berhadats dan masih di tempat sholatnya.[5]

Hukum shalat berjamaah adalah sunnah muakkad. Sunnah mu’akkad artinya sunnah yang dipentingkan atau sunah yang diutamakan.[6]
Shalat berjama’ah pada shalat lima waktu di masjid, lebih baik bagi orang laki-laki dari pada shalat berjama’ah di rumah kecuali shalat sunnah. Sedangkan bagi perempuan (terutama yang masih muda) lebih baik mengerjakan shalat di rumah daripada dimasjid, karena itu lebih aman bagi mereka.
dan Muslim)[7]

حَدِيْثُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا،قَالَتْ:لَوْأَدْكَ رَسُوْلُ اللهِ مَاأَحْدَثَ النِّسَاءُلَمَنَعَهُنَّ اْلمَساَ جِدَكَمَامُنِعَتْ نِسَاءُبَنِيْ إِسْرَائِيْلَ
Artinya: Aisyah r.a berkata: Andaikan Rasulullah SAW mengetahui apa yang dilakukan wanita tentu terlarang mereka pergi ke masjid, sebagaimana wanita-wanita Bani Israil telah dilarang.[8]
Shalat haruslah khusuk tidak boleh seperti ini

  1. Syarat dan Rukun Shalat Berjama’ah
a).  Syarat Shalat Berjamaah
Syarat ialah suatu yang harus ditepati sebelum mengerjakan sesuatu. Kalau syarat-syarat sesuatu tidak sempurna maka pekerjaan itu tidak sah.[9]
Sebelum membahas syarat shalat berjama’ah, akan lebih baik penulis jabarkan terlebih dahulu mengenai syarat-syarat shalat sebagai berikut:
1)      Beragama Islam.
Orang yang bukan islam tidak diwajibkan shalat, berarti ia tidak dituntut untuk mengerjakannya di dunia hingga ia masuk Islam, karena meskipun dikerjakannya tetap tidak sah. Tetapi ia akan mendapatkan siksaan di akhirat karena tidak shalat, sedangkan ia dapat mengerjakan shalat dengan jalan masuk Islam terlebih dahulu.[10]

Firman Allah SWT :
Artinya : (40). Berada di dalam syurga, mereka tanya menanya, (41). Tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa, (42). "Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" (43). Mereka menjawab: "Kami dahulu tidak Termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, (44). Dan Kami tidak (pula) memberi Makan orang miskin. (Q.S. Muddassir : 40-44)[11]

2)      Sudah baligh (dewasa) dan berakal.
Umur dewasa itu dapat diketahui melalui salah satu tanda berikut:
a.       Cukup berumur lima belas tahun.
b.      Keluar mani.
c.       Mimpi bersetubuh.
d.      Mulai keluar haid bagi perempuan.[12]
Sedangkan berakal adalah orang yang masih memiliki pemikiran sehat atau tidak gila.
3)      Suci dari hadas besar dan kecil.
Hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Rasululloh SAW bersabda:
لاَيَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَأَحَدِكُمْ إِذَاأَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ
Artinya: Allah tidak akan menerima shalat salah seorang di antara kalian jika dia berhadats sehingga berwudhu. (H.R. Bukhori Muslim)[13]
Dari firman Allah dan Hadits Nabi diatas jelas menerangkan bahwa thaharah sebagai syarat sahnya shalat, dan shalat tidak akan diterima oleh Allah SWT kecuali dilaksanakan dalam keadaan suci dari hadas.
4)      Menutup Aurat

Artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di Setiap (memasuki) mesjid”(Q.S. Al-A’raf : 31)[14]
Ayat tersebut turun ketika orang-orang musyrik mengelilingi ka’bah dalam keadaan telanjang bulat, oleh karena itu Allah SWT memerintahkan kepada umatnya untuk menutup aurat jika ingin melaksanakan shalat.
5)      Mengetahui masuknya waktu shalat.
Artinya: ….Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman. (Q.S. An-Nisa : 103)[15]
Shalat merupakan suatu ibadah yang telah ditentukan kedua ujung waktunya, sehingga tidak sah melaksanakannya sebelum tiba waktunya dan juga tidak sah apabila mengerjakannya setelah berlalu waktunya.
6)      Menghadap Kiblat.
Bagi orang yang menyaksikan Ka’abh secara langsung, maka ia diwajibkan untuk menghadap seluruh anggota badannya ke Ka’bah. Tetapi bagi yang tidak menyaksikan secara langsung maka wajib baginya menghadap kea rah Ka’bah bukan menghadap kiblat secara tepat, karena itulah hal yang dapat dilakukan oleh Nabi.
Sedangkan untuk syarat syahnya shalat berjamaah adalah sebagai berikut:
a)      Menyengaja (niat shalat berjama’ah)
b)      Mengetahui segala yang dilakukan imam
c)      Jangan ada dinding yang menghalangi antara imam dan makmum kecuali bagi perempuan dimasjid hendaknya didindingi dengan kain, asal ada sebagian atau salah seorang mengetahui gerak gerik imam atau makmum yang dapat diikuti.
d)     Jangan mendahului imam dalam takbir, dan jangan mendahului atau melambatkan diri dua rukun fi’ly.
e)      Jangan berada di depan imam.
f)       Jarak antara imam dan makmum atau makmum dengan baris makmum yang terakhir tidak lebih dari 300 hasta.
g)      Shalat makmum harus bersesuaikan dengan shalat imam, misalnya sama-sama zhuhur, qasar, jama dan sebagainya.[16]

b).  Rukun Shalat Berjama’ah
Rukun ialah sesuatu yang harus dikerjakan dalam memulai suatu pekerjaan. Rukun disini berarti bagian yang pokok seperti membaca fatihah dalam shalat merupakan pokok bagian shalat.[17]
Rukun shalat berjama’ah sama dengan rukun dalam mengerjakan shalat sendiri, yaitu:
1)      Niat
2)      Takbiratul ikhram
3)      Berdiri tegak bagi yang mampu kecuali yang sedang sakit
4)      Membaca surat al-fatihah pada tiap-tiap rakaat
5)      Rukun dengan tuma’ninah
6)      Iktidal
7)      Sujud dua kali dengan tuma’ninah
8)      Duduk antara dua sujud dengan tumakninah
9)      Duduk tasyahud akhir dengan tumakninah.
10)  Membaca tasyahud akhir dengan tumakninah
11)  Membaca Shalawat nabi pada tasyahud akhir
12)  Membaca salam pertama
13)  Tertib berurutan rukun-rukun tersebut[18]

  1. Hal-Hal yang dapat Membatalkan Shalat
Shalat itu batal (tidak sah) apabila salah satu syarat rukunya tidak dilaksanakan atau ditinggalkan dengan sengaja.
Dan shalat itu batal dengan hal-hal yang seperti tersebut dibawah ini:
a.       Berhadas
b.      peringatan
c.       Terbuka auratnya
d.      Mengubah niat missal ingin memutuskan shalat
e.       Makan minum meskipun sedikit
f.       Bergerak berurutan 3 x seperti melangkah,berjalan sekali yang bersangkutan
g.      Membelakangi kiblat
h.      Menambah rukun yang berupa perbuatan seperti rukun dan sujud
i.        Tertawa berbahak-bahak
j.        Mendahului imam dua rukuk
k.      Murtad artinya keluar dari islam.[19]


  1. Keutamaan Shalat Berjama’ah
Di antara yang menunjukkan keutamaan shalat berjama’ah adalah pelipatgandaan derajat pahala shalat berjamaah atas shalat yang telah dilakukan dengan sendirian. Abdullah ibn’ Umar ra menceritakan bahwa Rasululloh SAW bersabda :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَأَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ صَلاَةُالْجَمَاعَةِأَفْضَلُ مِنْ صَلاَةِأَحَدِكُمْ وَحْدَهُ بِخَمْسَةٍوَعِشْرِينَ جُزْءًا.
Artinya : “Diriwayatkan oleh Abu Hurairah : Sesungguhnya Rasulullah pernah bersabda: “Sholat berjama’ah itu lebih utama 25 kali lipat dibandingkan dengan sholatnya seseorang di antara kalian sendirian”.[20]

Selain itu shalat berjamaah juga dapat melindungi hamba dari gangguan syaitan. Imam Ahmad meriwayatkan, Muadz ibn Jabal ra bahwa Nabi SAW bersabda:
إِنَّ الشَّيْطَانَ ذِئْبُ اْلإِنْسَانَ كَذِئْبِِ اْلغَنَمِ يَأْخُذُالشَّاةَاْلقَاصِيَةَوَالنَّاحِيَةَ،فَإِيَّاكُمْ وَالشِّعَابَ، وَعَلَيْكُمْ بِاْلجَمَاعَةِ وَالْعَامَّةِ وَالْمَسْجِدِ

Artinya : “Syaitan adalah serigala pemangsa manusia sebagai mana serigala pemangsa kambing yang menangkap kambing yang jauh lagi sendirian. Oleh karena itu janganlah bercerai-cerai dan tetaplah berjamaah bersama orang-orang dan masjid.[21]

Didalam bermasyarakat shalat berjamaah juga bermanfaat untuk mempererat tali silaturahmi sesama tetangga.



[1] Muslih Abdul Karim dan Muhammad Abu Ayyash, Panduan Pintar Shalat, (Jakarta: Qultum Media, 2008), cet.ke-1, hal. 98
[2] Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Hukum Fiqh Islam), (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2013), cet.ke-62, hal. 53
[3] Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya, (Bandung: Diponogoro, 2010), hal. 95
[4] Muslih Abdul Karim, Panduan Pintar Shalat, (Jakarta: Qultummedia, 2008), cet,ke-1, hal. 216
[5] Imam Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, (Bandung: Jabal, 2013), cet.ke-2, hal. 134
[6] Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2011), cet.ke-11. hal.260
[7] Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hal.108
[8] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadits Bukhari Muslim, (Surabaya: Bina Ilmu Offset, tt), hal. 149
[9] Moh. Rifa’i, Risalah Tuntunan Shalat Lengkap, (Semarang: Karya Toha Putra, 2006), cet,ke-356, hal.10
[10] Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hal.64
[11] Departemen Agama RI, Op.Cit, hal.576
[12] Sulaiman Rasjid, Op.Cit, hal.65-66
[13] Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Op.Cit, hal. 96
[14] Departemen Agama RI, Op.Cit, hal.154
[15] Ibid, hal.95
[16] Abdurrahim, Pintar Ibadah, (Jakarta: Sandro Jaya, tt), hal. 92
[17] Moh. Rifa’I, Op.Cit, hal.10
[18] Ibid, hal.33-34
[19] Ibid, hal. 34
[20] Imam Al-Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, (Bandung: Jabal, 2013), cet.ke-2, hal. 134
[21] Fadhal Ilahi, Indahnya Shalat Berjama’ah, (Yogyakarta: Tugu, 2012), cet.ke-1, Op.Cit, hal.48

Belum ada Komentar untuk "Materi Shalat Berjamaah"

Posting Komentar

Mohon tidak mengirimkan SPAM ke Blog ini !
Saling Berbagi Sobat

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...