Berkurban Jangan Asal-Asalan (Ketentuan Hewan Kurban)

Beribadah sampai mati, itulah prinsip setiap muslim. Selama usia masih tersisa, maka ibadah adalah aktivitas yang selalu menjadi prioritas. Tidak ada kata berhenti. Menjadi hamba Allah SWT tidak bisa dicapai dengan usaha ala kadarnya. Penghambaan kita akan terbuktikan jika ada pengorbanan yang mengiringinya. Bentuk pengorbanan itu bisa beragam, tergantung ibadah yang kita kerjakan. Yang pasti setiap pengorbanan akan tergantikan. Bahkan Allah SWT sangat kuasa melipatgandakan nilai pengorbanan. Motivasi ini penting, agar kita tidak ragu dalam berkorban demi terlaksananya tugas-tugas sebagai hamba Allah.
 
Pada bulan Dzulhijjah, Allah SWT kembali menawarkan beragam amalan yang memiliki nilai yang sangat tinggi di sisi-Nya. Salah satunya adalah berqurban. Menyembelih sapi, kambing atau unta pada tanggal 10, 11, 12 dan 13 dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.
Seperti halnya ibadah yang lain, selalu ada syarat dalam pelaksanaannya. Penetapan syarat hakikatnya adalah isyarat bahwa ibadah tidak bisa dikerjakan asal-asalan. Setiap ibadah membutuhkan keseriusan, kesungguhan bahkan pengorbanan. 

عن البراءبن عازب رضي الله عنه قَالَ : قَامَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَيَدِي أَقْصَرُمِنْ يَدِهِ، فَقَلَ : أَرْبَعٌ لَا يَجُزْنَ الْعَوْرَاءُ : الْبَيَّنُ عَوَرُهَا، وَالْمَرٍيضَةُ الْبَيَّنُ مَرَضُهَا، وَالْعَرْجَاءُ الْبَيَّنُ ظَلْعُهَا، وَالْكَسِيْرَةُ الَّتِي لَا تُنْقِي، قُلْتُ : إِنِّي أَكْرَهُ أَنْ يَكُونَ فِي الْقَرْنِ نَقْصٌ، وَأَنْ يَكُونَ فِي السِّنِّ نَقْصٌ، قَالَ: مَا كَرِهْتَهُ فَدَعْهُ، وَلَا تُحَرِّمْهُ عَلَى أَحَدٍ

Dari al-Barra bin Azib RA, Rasulullah SAW berdiri (seraya memberi isyarat dengan jemarinya) dan jemariku lebih pendek daripada jeraminya lalu bersabda, “Ada empat cacat yang todak boleh dalam hewan qurban : buta sebelah matanya dan jelas butanya, sakit dan jelas sakitnya, pincang dan jelas pincangnya, dan sangat kurus sampai-sampai tidak punya sumsum tulang.” Al Barra mengatakan, “Apapun ciri binatang yang tidak kamu sukai, maka tinggalkanlah dan jangan haramkan untuk orang lain.” (Riwayat an-Nasa’i dan Abu Daud)
 
Ketentuan dalam berkurban
Contoh hewan yang dapat dikurbankan
Pada hadits diatas, Rasullulah SAW menjelaskan kriteria minimal hewan ternak yang bisa di kurbankan. Ada empat kriteria inti, yaitu :
Pertama, hewan tersebut selamat dari cacat berupa buta sebelah yang nampak.
Dikategorikan buta yang Nampak jika orang yang melihatnya mengetahui bahwa hewan tersebut benar buta sebelah matanya. Ada dua ciri mata hewan yang buta, yaitu matanya menonjol keluar, atau sebaliknya tenggelam sehingga matanya tidak terlihat. Jika ciri kebutaan jelas tampak seperti itu, maka tak memenuhi syarat untuk diqurbankan. Adapun jika sebatas tidak melihat tapi tidak kentara kebutaannya, maka dibolehkan.
 
Kedua, hewan tersebut sakit dan Nampak sakitnya. Sakit yang terkategorikan nampak adalah sakit yang membuat hewan itu tidak semangat dalam mencari makanan sehingga tubuhnya menjadi kurus.
 
Ketiga, pincang dan nampak pincangnya. Pincang yang terkategorikan nampak adalah yang mempengaruhinya dalam mencari makanan. Imam Syafi’i berkata, “Jika ia telat berjalan karena pincangnya, maka itu adalah pincang yang nampak.”
 
Keempat, hewan yang sudah sangat kurus sehingga tidak lagi tersisa sumsun pada tulangnya. Masuk pula pada ciri yang keempat adalah hewan yang sangat tua sehingga tidak memiliki sumsum.
Jika aib atau cacat yang tersebutkan dalam hadits itu tidak nampak, maka sah dijadikan sebagai hewan qurban. Menurut Ibnu Rusyd, para ulama telah sepakat jika aib yang empat dalam kategori ringan, maka tidak mempengaruhi keabsahan hewan qurban.
 
Adapun jika cacatnya lebih parah dari empat itu, maka jumhur ulama memasukkannya dalam penghalang keabsahan hewan qurban. Sedangkan cacat yang selevel dengan itu dalam hal berkurangnya harga hewan qurban, maka dari kalangan mazhab Maliki juga tidak mensahkannya.
Sedangkan yang lebih ringan dari cacat di atas maka boleh diqurbankan meskipun dimakruhkan. Seperti terpotong sebagian telinganya atau patah tanduknya. Cacat seperti ini digolongkan pada perkara yang dimakruhkan dan tidak sampai menghalangi sahnya hewan dijadikan qurban.
Dari penjelasan di atas bisa diambil kesimpulan bahwa seorang Muslim yang hendak berqurban hendaknya memilih hewan yang terbaik.

Dari Hadits di atas pula selain menjelaskan persoalan fiqih, secara tersirat juga menyampaikan pesan terpentingnya pengorbanan maksimal dalam menjalankan perintah Allah SWT. Terkadang tidak mudah mendapatkan hewan dengan kriteria yang sempurna. Tapi jika ada semangat berqurban yang kita miliki, maka setiap rintangan akan mudah teratasi. Apalagi perintah itu adalah sarana mendekatkan diri kepada-Nya. Mendekat kepada Allah tidak bisa dengan usaha sekedarnya.
 
Syaikh Muhammad bin Sholeh al-Utsaimin berkata, “Tidak sepantasnya seseorang mendekatkan diri kepada Allah dengan sesuatu yang ada cacatnya.” Oleh karenanya, dalam setiap ibadah, spirit berqurban tidak boleh ditinggalkan. Tidak mungkin ibadah ditunaikan secara maksimal jika masih pelit dalam berkorban. Setiap ibadah yang kita kerjakan menuntuk pengorbanan. Orang yang meninggalkan ibadah tertentu tanpa uzur seringkali penyebabnya karena lemahnya semangat berkurban.
 
Itulah sebabnya para sahabat tak henti melatih diri untuk gemar berkurban, beragam cara yang mereka tempuh. Ibnu Umar RA misalnya, jika takjub pada sesuatu yang dimilikinya, maka ia segera menyedekahkannya. Kenapa? Karena beliau ingin membiasakan hatinya cinta pada pengorbanan. Nilai suatu ibadah tidak selalu identic dengan besar dan jumlahnya. Nilainya seringkali ditentukan oleh pengorbanan yang menyertainya.
 
Suatu ketika Rasulullah SAW pernah menyampaikan sedekah satu dirham bisa mengalahkan serratus ribu dirham. Lalu ada yang bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi, wahai Rasulullah?” Beliau menjelaskan, “Ada seorang yang memiliki dua dirham lalu mengambil satu dirham untuk disedekahkan. Ada pula seseorang memiliki harta yang banyak sekali, lalu ia mengambil dari kantongnya serratus ribu dirham untuk disedekahkan.”
 
Jadi, jangan pernah ragu untuk berkurban selama pengorbanan itu untuk menunjang tugas ibadah. Pengorbanan karena ibadah akan menjadi sumber kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Belum ada Komentar untuk "Berkurban Jangan Asal-Asalan (Ketentuan Hewan Kurban)"

Posting Komentar

Mohon tidak mengirimkan SPAM ke Blog ini !
Saling Berbagi Sobat

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel

loading...