Peranan Guru Pendidikan Agama Islam
Jumat, 09 Oktober 2015
1 Komentar
- Pengertian Peran Guru Pendidikan
Agama Islam
Didalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Peranan adalah tindakan yang dilakukan
oleh seseorang dalam suatu peristiwa.[1]
Maksud
peranan berarti suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki jabatan
tertentu, seseorang dapat memainkan fungsinya karena posisi yang diduduki nya
tersebut.
Dalam
pengertian sederhana, guru ialah seseorang yang pekerjaannya mengajar orang
lain.[2]
Sedangkan
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen menyatakan bahwa “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, menjarar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah.”[3]
Adapun pengertian pendidikan agama Islam menurut Beni
Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat adalah :
“Upaya sadar
dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan
ajaran agama Islam dari sumber utamanya, yaitu kitab suci Al Qur’an dan
Al-Hadist, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, pelatihan serta penggunaan
pengalaman.”[4]
Menurut Ahmad Ahwan, pendidikan Islam dapat dipahami
sebagai prinsip yang mengarahkan, menanamkan nilai-nilai kebaikan kepada diri
peserta didik yang bercorak Islam dan mampu membentuk sumber daya manusia yang
dicita-citakan oleh Islam.[5]
Sedangkan menurut Tim Pengembang Ilmu Pendidikan
FIP-UPI pendidikan agama Islam adalah “Upaya sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal,
memahami, menghayati hingga mengimani, bertaqwa dan berakhlak mulia dalam
menjalankan ajaran agama islam dari sumber utamanya kitab suci Al Qur’an dan
hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan latihan serta penggunaan
pengalaman.”[6]
Dari
definisi yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa
pengertian peranan guru pendidikan agama Islam adalah perangkat tingkah laku
atau tindakan yang dimiliki seseorang dalam memberikan ilmu pengetahuan agama
Islam kepada anak didiknya di sekolah dan madrasah. Seseorang dikatakan menjalankan peran
manakala ia menjalankan hak dan kewajibannya yang merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari status yang disandangnya.
- Tugas Guru Pendidikan Agama Islam
Pekerjaan
jabatan guru Pendidikan Agama Islam adalah sangat luas, yaitu untuk membina
seluruh kemampuan-kemampuan dan sikap-sikap yang baik dari murid sesuai dengan
ajaran agama Islam. Hal ini bahwa, perkembangan sikap dan kepribadian tidak
terbatas pelaksanaannya melalui pembinaan di dalam kelas saja. Dengan kata lain
tugas dan tanggung jawab guru dalam membina murid tidak terbatas pada interaksi
mengajar saja.
Tugas
sentral guru adalah mendidik. Tugas sentral ini berjalan sejajar dengan atau
dalam melakukan kegiatan mengajar dan kegiatan bimbingan bahkan dalam setiap
tingkah lakunya dalam berhadapan dengan murid senantiasa terkandung fungsi
mendidik.
Tugas
selain mengajar adalah berbagai macam tugas yang sesungguhnya bersangkutan
dengan mengajar, yaitu tugas membuat persiapan mengajar, tugas mengevaluasi
hasil belajar, dan lainya yang selalu bersangkutan dengan pencapaian tujuan
pengajaran.
Muhammad
Ali merinci tugas utama guru sebagai pemegang peran sentral dalam proses
belajar mengajar sebagai berikut:
a) Merencanakan
Perencanaan yang dibuat, merupakan
antisipasi dan perkiraan tentang apa yang akan dilakukan dalam pengajaran,
sehingga tercipta suatu situasi yang memungkinkan terjadinya proses belajar
yang dapat mengantarkan siswa mencapai tujuan yang diharapkan.
b) Melaksanakan pengajaran
Situasi yang dihadapi guru dalam
melaksanakan pengajaran mempunyai pengaruh besar terhadap proses belajar
mengajar itu sendiri. Oleh sebab itu, guru sepatutnya peka terhadap berbagai
situasi yang dihadapi, sehingga dapat menyesuaikan pola tingkah lakunya dalam
mengajar dengan situasi yang dihadapi.
c) Memberikan balikan
Upaya memberikan balikan harus dilakukan
secara terus menerus. Dengan demikian, minat dan antusias siswa dalam belajar
selalu terpelihara. Upaya itu dapat dilakukan dengan jalan melakukan evaluasi.
Hasil evaluasi itu sendiri harus diberitahukan kepada siswa yang bersangkutan,
sehingga mereka dapat mengetahui letak keberhasilan dan kegagalannya. Evaluasi
yang demikian benar-benar berfungsi sebagai balikan, baik bagi guru maupun bagi
siswa.[7]
Dari ketiga
tugas yang telah diutarakan diatas, ahli pendidikan Islam, Ramayulis menambahkan
3 buah tugas secara khusus guru didalam Islam, yaitu:
a) Sebagai pengajar (instruksional)
yang bertugas merencanakan program pengajaran dan melaksanakan program yang
telah disusun, dan memberikan penilaian setelah program itu dilaksanakan.
b) Sebagai pendidik (edukator) yang
mengarahkan peserta didik pada tingkat kedewasaan yang berkepribadian Islam,
seiring dengan tujuan Allah menciptakan manusia.
c) Sebagai pemimpin (managerial) yang
memimpin dan mengendalikan diri sendiri, peserta didik dan masyarakat yang
terkait. Menyangkut upaya pengarahan, pengawasan, pengorganisasian,
pengontrolan, partisipasi atas program yang dilakukan itu.[8]
Adapun
tugas guru Pendidikan Agama Islam menurut Zakiah Darajat dkk, adalah sebagai
berikut :
a). Tugas pengajaran atau guru sebagai pengajar.
Sebagai seorang pengajar, guru bertugas membina
perkembangan
pengetahuan, sikap dan keterampilan. Guru mengetahui bahwa pada akhir
setiap satuan
pelajaran kadang-kadang hanya terhjadi perubahan dan
perkembangan
pengetahuan saja.
Dengan kata lain, bahwa
kemungkinan besar selama proses belajar-mengajar hanya tercapai perkembangan di bagian minat. Sedang efek dan transfernya kepada keseluruhan
perkembangan sikap
dan kepribadian berlangsung di luar situasi belajar-mengajar itu sendiri.
Hal demikian itu tampaknya
bersifat umum, walaupun sesungguhnya kurang memenuhi harapan dari pengajaran
agama. Dari kenyataan itu pulalah terbukti bahwa peranan guru sebagai pendidik
dan pembimbing masih berlangsung terus walaupun tugasnya sebagai pengajar telah
selesai.
b). Tugas bimbingan atau guru sebagai pembimbing
dan pemberi bimbingan.
Guru sebagai pembimbing dan
pemberi bimbingan adalah dua macam
peranan yang mengandung banyak perbedaan
dan persamaannya. Keduanya
sering dilakukan oleh guru yang ingin mendidik dan yang bersikap mengasihi dan mencintai murid.
Sifat khas anak seperti
ketidaktahuan
(kebodohan), kedangkalan dan
kurang
pengalaman, telah mengundang
guru untuk mendidik dan membimbing mereka, sesungguhnya anak itu sendiri
mempunyai “dorongan”
untuk menghilangkan sifat-sifat demikian dengan tenaganya sendiri atau
menurut kuasanya, disamping bantuan yang diperolehnya dari orang dewasa (guru) melalui pendidikan.
c). Tugas administrasi
Guru bertugas pula sebagai tenaga administrasi, bukan berarti sebagai pengawai kantor, melainkan sebagai pengelola kelas
atau pengelola (manajer) interaksi belajar-mengajar. Meskipun masalah
pengelolaan ini dapat dipisahkan dari masalah mengajar dan bimbingan, tetapi tidak seluruhnya
dapat dengan mudah diidentifikasi. Sesungguhnya ketiga hal itu saling berhubungan dan tidak terpisahkan dari mengajar itu sendiri.[9]
Guru
Pendidikan Agama Islam diposisikan untuk menjadikan siswa memiliki kecerdasan
spiritual, yang dapat membawa keberhasilan dalam mendidik sehingga tercapailah
visi pendidikan agama, yaitu terbentuknya peserta didik yang memiliki
kepribadian yang dilandasi keimanan dan ketaqwaan terhadap Allah SWT dan
tercapainya pula misinya yaitu tertanamnya nilai-nilai akhlak yang mulia dan
budi pekerti yang kokoh yang tercermin dalam keseluruhan sikap dan perilaku
sehari-hari.
- Syarat Guru Pendidikan Agama Islam
Untuk dapat
melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai guru pendidikan agama Islam
dengan sebaik-baiknya, maka diperlukan beberapa persyaratan umum untuk menjadi
guru pendidikan agama Islam yaitu :
a)
Beriman kepada
Allah dan beramal saleh
b)
Menjalankan ibadah dengan taat.
c)
Memiliki sikap pengabdian yang tinggi pada dunia
pendidikan.
d)
Ikhlas dalam menhalankan tugas pendidikan.
e)
Menguasai ilmu yang diajarkan kepada anak didiknya.
f)
Professional dalam menjalankan tugasnya.
g)
Tegas dan berwibawa dalam menghadapi masalah yang
dialami murid-muridnya.[10]
Disamping persyaratan diatas, masih ada persyaratan
lain sebagaimana menurut pendapat Hasan Basri, antara lain :
a)
Membimbing si terdidik
Mencari
pengenalan terhadapnya mengenai kebutuhan kesanggupan, bakat, minat dan
sebagainya.
b)
Menciptakan situasi untuk pendidikan
Situasi
pendidikan, yaitu suatu keadaan yang menyebabkan tindakan-tindakan pendidikan
dapat berlangsung dengan baik dan hasilnya yang memuaskan.
c) Memiliki pengetahuan-pengetahuan yang diperlukan,
pengetahuan-pengetahuan keagamaan.[11]
Sedangkan Al-Ghazali memberikan nasehat kepada para
pendidik Islam agar dapat memenuhi persyaratan untuk menjadi guru pendidikan
agama Islam sebagaimana berikut:
a)
Pendidik harus menganggap anak didiknya sebagai anak
kandungnya sendiri, sehingga rasa tanggung jawabnya sangat besar dan
melimpahkan kasih sayangnya dengan penuh.
b)
Pendidik harus ikhlas tanpa pamrih dalam pengabdiannya
kepada pendidik sebagai wasilah pengabdian kepada Allah SWT.
c)
Pendidik hendaknya mengajarkan semua ilmunya untuk
meningkatkan ketauhidan.
d) Pendidik
harus sabar dalam memberi nasihat kepada anak didiknya.
e)
Pendidik harus mempertimbangkan kemampuan rasio dan
mentalitas anak didiknya dalam menyampaikan pendidikannya.
f)
Pendidik harus memberikan motivasi kuat kepada anak
didiknya agar mencintai semua ilmu yang diberikan.
g)
Pendidik harus memberikan mata pelajaran berupa
pengenalan pengetahuan sehari-hari agar mudah dimengerti dan memahaminya kepada
anak didik yang usianya masih muda atau dibawah umur.
h)
Pendidik harus memberi teladan bagi anak didiknya.[12]
Dari beberapa pendapat diatas jelas bahwa untuk
menjadi guru pendidikan agama Islam tidaklah mudah, karena persyaratan yang
harus dipenuhi lebih banyak dan lebih komplit dari pada persyaratan menjadi
guru umum. Guru agama lebih banyak ditentukan oleh persyaratan non formal yaitu
penguasaan materi agama secara menyeluruh, memiliki kepribadian yaitu taat
menjalankan ajaran agama dan berakhlak mulia, juga memiliki kemampuan dalam
mendidik.
[1]
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Edisi Ketiga), (Jakarta : Balai Pustaka, 2008), cet. ke-5,
hal. 854
[2]
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung : Remaja
Rosdakarya, 2010), cet.ke-15, hal. 222
[3]
______, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem Pendidikan Nasional dan
Undng-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, (Jakarta:
Visimedia, 2008), hal. 35
[4]
Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam 1, (Bandung : Pustaka Setia, 2012), cet.ke-2, hal.
250
[5]
Ahmad Ahwan, Dimensi Etika Belajar Mengajar dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta : Gama Media, 2010), cet.ke-1, hal. 21
[6]
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP – UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan,
(Bandung :
Imperial Bhakti Utama, 2007), hal. 2
[7]
Muhammad Ali, Guru dalam Proses Belajar Mengajar, (Bandung : Sinar Baru Algensindo, 2008),
cet.ke-13, hal. 4-7
[8]
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta :
Kalam Mulia, 2013), cet.ke-10, hal. 110-111
[9] Zakiah Daradjat,
Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2011), cet.ke-5, hal. 265-267
[10]
Beni Ahmad Saebani, Op.Cit, hal. 222
[11]
Hasan Basri, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Pustaka Setia, 2009), cet.ke-1, hal.
69
[12] Ibid,
hal. 75
Izin copas
BalasHapus