Kajian tentang Akhlak
Jumat, 01 Juli 2016
Tambah Komentar
1. Pengertian Akhlak
Kata
akhlak berasal dari bahasa Arab yang sudah di Indonesiakan yang artinya
perangai atau kesopanan. Kata akhlak adalah jamak dari kata khuluqun
sebagaimana kata akhnaaqun adalah jamak dari kata unuqun yang artinya batang leher. Sedangkan ahli bahasa Arab sering
menyamakan arti kata akhlak dengan istilah yang diartikan dengan akhlak, watak,
kesopanan, perangai, kebiasaan dan sebagainya.[1]
Sedangkan menurut Barnawie Umary yang
memberikan pengertian akhlak sebagai berikut : “Asal kata akhlak adalah jamak
dari khilqun yang mengandung persesuaian dengan kata khaliq dan makhluk. Dari
sinilah asal perumusan ilmu akhlak yang merupakan koleksi urgen yang
memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara makhluk dan khaliq dan antara
makhluk dengan makhluk”.[2]
Dari pendapat diatas asal kata akhlak
dapat mengandung arti persesuaian dengan kata khaliq dengan makhluk dan asal
dari perumusan ilmu akhlak yang merupakan kumpulan yang menimbulkan hubungan
yang baik antara makhluk dengan khaliq.
Sedangkan pengertian akhlak menurut Asmaran
AS adalah “suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi
kepribadian sehingga timbullah berbagai macam dengan cara spontan dan mudah
tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.”[3]
Dari beberapa pendapat diatas dapat kami
simpulkan bahwa segala perbuatan manusia yang bersumber dari tingkah laku
adalah akhlak yang merupakan suatu kejadian tanpa di dorong oleh orang lain
atau tanpa dipikirkan lagi, sehingga menimbulkan perbuatan, tentunya perbuatan
yang baik.
Akhlak mengandung pengertian yang luas dan
menyeluruh dalam agama Islam, sedangkan ajaran-ajaran tentang akhlak ialah
menyatukan secara terpadu antara iman, ibadah dan muamalat kemasyarakatan
artinya tidak memisahkan sama sekali antara keimanan, kerohanian dan kebendaan.
Oleh sebab itu yang termasuk dalam pengertian akhlak Islam adalah hubungan
manusia dengan Allah yang disebut dengan ibadah, hubungan manusia dengan
manusia yang disebut muamalat.
Tidaklah heran bila akhlak Islam memilih
segala sifat-sifat yang mulia ini sebab wujudnya tergantung pada Allah, ajaran
agama dan larangan-larangan-Nya. Bahwa kita percaya yang namanya akhlak Islam
berdasarkan syariat yang kekal dengan ditunjukan oleh teks-teks dan
ajaran-ajaran Islam, begitu juga dengan ijtuhat-ijtihat dan amalan-amalan para
ulama yang soleh dan pengikutnya yang baik .[4] Oleh karenanya akhlak Islam ini hanya
memilih sifat-sifat yang mulia dan baik karena asal akhlak ini dari Allah lalu
diamalkan oleh Rosulullah pada waktu menyebarkan agama Islam, sehingga Allah
memujinya dalam Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4 yang berbunyi :
وَإِنَّكَ
لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
Artinya : Dan sesungguhnya
kamu (benar-benar) berbudi pekerti yang agung (Al Qolam ayat 4).[5]
2. Macam
– macam Akhlak
Akhlak
terbagi menjadi dua macam yaitu akhlak yang baik atau akhlak yang terpuji dan
akhlak yang buruk atau akhlak yang tercela. Akhlak yang baik disebut
Al-Akhlakul Mahmudah sedangkan akhlak yang buruk disebut Al-Akhlakul Mazmumah.
Dalam
Al-Qur’an dijelaskan bahwa akhlak yang terpuji merupakan pancaran dari diri
Rasulullah, sebagaiman firman Allah dalam surat Al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi:
لَقَدْكَانَ لَكُمْ فِى رَسُوْلِ
اللهِ أُسْوَةٌحَسَنَةٌلِّمَن كَانَ يَرْجُواْللهَ وَاَلْيَوْمَ الْأَخِرَوَذَكَرَاَللهَ
كَثِيْرً
Artinya : Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah
itu suri tauladan yang baik begitu (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap
rahmat Allah, kedatangan hari kiamat dan banyak menyebut Allah (Al-Ahzab ayat
21).[6]
Dari
ayat diatas mengandung gambaran akhlak yang terpuji dalam, ajaran Islam sudah
diajarkan dan diberikan contoh oleh Rasulullah SAW, baik perkataan, perbuatan
perilaku dan lain-lain.
Untuk
lebih jelas lagi yang dimaksud dengan Akhlakul Mahmudah adalah “Akhlak yang
terpuji, perilaku yang baik dan mendapatkan ridho dari Allah SWT”.[7]
Untuk itu kita dituntut supaya dapat memahami yang namanya Akhlakul Mahmudah
dengan baik apalagi bagi seorang guru yang merupakan orang yang disegani dan
dapat dicontoh oleh murid-muridnya. Untuk menghayati Akhlakul Mahmudah bukanlah
sesederhana yang kita bayangkan selama ini dikarenakan harus terjadi suatu
proses kejiwaan yang dapat mengubah kepribadian yang telah terbentuk, menjadi
kepribadian baru yang mencakup unsur-unsur baru dan penting didalamnya.
Masalah
unsur-unsur yang baru masuk kedalam pribadi yang telah terbentuk harus cukup
banyak agar dapat mengembangkan unsur yang sudah ada sehingga terjadi perubahan
yang diinginkan. Namun dalam rangka menghayati Al-Akhlakul Mahmudah yang sudah
dipahami perlu adanya pengalaman-pengalaman lewat penerapan dalam berbagai
keadaan dan kesempatan, semakin banyak pengalaman yang didapat oleh kepribadian
maka semakin banyak pula dorongan untuk meningkatkan pengalaman, sehingga keberhasilan
itu diharapkan dapat menyatukan Al-Akhlakul Mahmudah kedalam pribadi.
Menurut
Barnawie Umary Al-Akhlakul Mahmudah dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu
sebagai berikut :
- Al-amanah (dapat dipercaya)
- Al-Aliefah (disenangi)
- Al-Afwu (pemaaf)
- Aniesatun (manis muka)
- Al-khairu (kebaikan)
- Al-Khusyu’ (tekun sambil menundukan diri)
- Adh-Dhiyaafah (menghormati tamu)
- Al-Ghufran (suka memberi maaf)
- Al-Ahyaau (malu kalau diri tercela)
- Al-Hilmu (menahan diri dari berlaku maksiat)
- Al-hukumu bil Adli (menghukum secara adil)
- Al-Ikhaau (menganggap bersaudara).[8]
Dari
beberapa macam Al-Akhlakul Mahmudah dapat digambarkan secara umum akhlak ini
adalah akhlak yang baik dan terpuji sehingga dapat dicontohkan oleh semua
manusia.
Sedangkan
Al-Akhlakul Mazmumah adalah akhlak yang tercela yang merupakan lawan dari
Al-Akhlakul Mahmudah, sehingga dapat berakibat pada dirinya sendiri bahkan
berakibat pada masyarakat sekelilingnya. Al-Akhlakul Mazmumah dibagi menjadi
beberapa macam, antara lain :
- Anaaninah (egoistis)
- Al-Abaghyu (lacur)
- Al-Bukhlu (kikir)
- Al-Buhtaan (berdusta)
- Al-Khamru (peminum khamar)
- Al-Khiyaanah (khianat)
- Adh Dhulmu (aniaya)
- Al-Jubun (pengecut)
- Al-Fawaahisy (dosa besar)
- Al-Ghadhab (pemarah)
- Al-Ghasysyu (mengicuh = menipu sukatan)
- Al-Ghiebah (pengumpat).[9]
Dari
beberapa akhlak diatas dapat disimpulkan bahwa Al-Akhlakul Mazmumah ini akhlak
yang tercela sehingga dapat menimbulkan keresahan pada dirinya sendiri maupun
pada masyarkat pada umumnya.
3. Tujuan
Akhlak
Tujuan
akhlak menurut Mahmud Yunus adalah :
- Mendidik murid-murid supaya berlaku sopan santun dan berakhlak muslim, sesuai dengan ajaran Islam dan masyarakat.
- Membentuk kepribadiaan murid-murid sebagai seorang muslim yang sejati.
- Membiasakan sifat-sifat yang baik dan akhlak yang mulia, sopan santun, halus budi pekertinya, adil, sabar serta menjauhi sifat-sifat yang buruk.[10]
Adapun
pendapat lain bahwa tujuan akhlak adalah : sesuai dengan pola hidup yang
diajarkan oleh Islam bahwa : seluruh kegiatan hidup, tahta, kematian sekalian
semata-mata dipersembahkan kepada Allah SWT, ucapan yang selalu dinyatakan
dalam doa ibadah merupakan bukti nyata bahwa tujuan yang tertinggi dari segala
tingkah laku merupakan pandangan etika Islam yaitu mendapat ridho Allah SWT.[11]
Dari
pengertian diatas dapat penulis simpulkan bahwa : tujuan akhlak adalah untuk
mendidik anak agar berlaku sopan santun menurut pandangan etika Islam untuk
mendapatkan kebahagiaan dunia dan akherat yang selalu mendapatkan ridho Allah
SWT.
4. Fungsi
Pendidikan Akhlak
Sebagaimana
yang telah kita ketahui bahwa tujuan dari pendidikan Agama Islam adalah
membantu anak didik untuk menjadi dewasa dan matang melalui berbagai usaha
bimbingan, pembinaan dan lain-lain.
Dalam
mewujudkan hal tersebut diatas diperlukan adanya pembinaan terhadap anak
tentang akhlak, tentunya akhlak yang baik melalui “Pendidikan, latihan riyadhah
jiwa dan berusaha kuat (mujahadah)”.[12]
Akhlak ini dapat dipelajari oleh siswa-siswi dengan melalui pendidikan. Setiap
akhlak dapat dirubah dengan cara mendidik, melatih, salah satu diantaranya tidak
hanya yang diberikan oleh guru agama saja melainkan semua guru yang mengajar.
Oleh
karena itu dalam agama Islam bahwa fungsi pendidikan akhlak ini sama dengan
pelaksanaan pendidikan agama Islam yaitu untuk membentuk akhlak yang mulia,
yang merupakan tiang dari agama atau pendidikan Islam. Kalau dalam ilmu akhlak
ini fungsinya adalah untuk memberikan panduan kepada manusia agar mampu menilai
akhlak yang baik dan yang buruk dan memiliki suatu perbuatan yang selanjutnya.[13]
Agar
siswa memiliki akhlak yang luhur, maka perlu penanaman pendidikan akhlak secara
intensif, sebagaimana pendapat yang mengemukakan bahwa : apabila ajaran agama
telah masuk menjadi bagian dari mentalnya yang telah terbina itu maka dengan
sendiri ia akan menjauhi segala larangan Tuhan dan mengerjakan segala
perintah-Nya, bukan paksaan dari luar, tetapi karena hatinya merasa lega dalam mematuhi segala perintah
dari Allah SWT, selanjutnya kita akan melihat bahwa nilai-nilai agama itu
tampak tercermin dalam tingkah laku, sikap dan moral pada umumnya.[14]
Jadi
akhlak ini berfungsi untuk memberikan jalan kepada manusia agar mampu untuk
berbuat baik dan dapat memilih suatu perbuatan untuk selanjutnya berupaya untuk
membersihkan ajaran agama yang sudah masuk menjadi bagian mental yang sudah
dibina sehingga dapat menjauhi larangan dan mengerjakan perintah-Nya. Dengan
demikian pembentukan akhlak dapat dijadikan sebagai usaha sungguh-sungguh dalam
rangka pembentukan anak dengan menggunakan sarana pendidikan dan pembinaan yang
terprogram, pembentukan akhlak adalah hasil usaha pembinaan bukan terjadi
dengan sendirinya, kecuali kalau Allah yang menghendakinya.
Dalam
hal ini yang dinyatakan oleh bapak Prof. Tayar Yusuf, yang menjelaskan bahwa
pendidikan akhlak yang berfungsi sebagai berikut : Mendidik
murid-murid supaya berlaku sopan santun dan berakhlak mulia sesuai dengan
ajaran Islam dan masyarakat yang beri’tikad atau berperadaban tinggi. Membantu
kepribadian murid-murid sebagai seorang mulia sejati. Membiasakan sifat-sifat
yang baik dan akhlak yang mulia, sopan santun, halus budi pekerti, adil, sabar
serta menjauhi sifat-sifat buruk.[15]
Berdasarkan
pendapat diatas dapat diketahui bahwa fungsi pendidikan akhlak adalah supaya
terbiasa melakukan pekerjaan yang baik-baik, yang mulia serta mampu untuk
selalu menghindari dari segala perbuatan yang tidak di ridhoi oleh Allah SWT.
Oleh karena itu akhlak merupakan cerminan dari pendidikan akhlak ialah untuk
mencapai kesucian jiwa yang dilandasi iman serta menumbuhkan amal perbuatan
yang sholeh.
5. Faktor
yang Mempengaruhi Akhlak Pada Jiwa Siswa
Adapun faktor yang mempengaruhi akhlak
seseorang antara lain :
a. Faktor Keluarga
Kedudukan
dan fungsi keluarga dalam perkembangan seseorang anak bersifat primer dan
fundamental, karena dalam keluarga inilah seorang anak akan mendapatkan
pembinaan dan arahan. Dengan adanya pembinaan dan arahan diharapkan anak
menjadi anak yang shaleh. Untuk
menjadikan anak yang shaleh maka orang tua dituntut untuk mendidiknya dan
memeliharanya baik dalam keluarga maupun pengawasan di luar lingkungan
keluarga, sebab anak yang shaleh merupakan dambaan setiap orang tua sebab
mereka sebagai generasi penerus di masa yang akan datang dan sekaligus akan
memberikan manfaat terutama bagi orang tuanya baik di dunia maupun di akhirat
Dalam
pembinaan akhlak seorang anak maka orang tua harus memperhatikan walaupun waktu
terbatas antara lain dengan jalan memberikan pembinaan secara langsung tentang
ajaran agama Islam kepada anak, dengan jalan membiasakan hal ini juga sesuai
dengan pendapat Zakiah Daradjat :
“Pendidikan
agama pada anak-anak, seharusnya dilakukan oleh orang tua yaitu dengan jalan
membiasakan pada tingkah laku yang diajarkan oleh agama. Dalam menumbuhkan
kebiasaan berakhlak baik seperti kejujuran, adil dan sebagainya. Maka orang tua
memberikan contoh, karena si anak dalam umur ini belum dapat mengerti mereka
baru dapat meniru”.[16]
Ahmad
Syalabi mengatakan : “Ayah haruslah mendidik anaknya dan menyerahkan kepada
seorang untuk mengajarnya apabila si ayah tidak mendidiknya dan tidak
menyerahkannya kepada seorang guru niscaya akan tampaklah perubahan-perubahan
yang sehat pada anggota-anggota badan dan lidahnya.[17]
Dari
pendapat diatas maka bagi orang tua mempunyai kewajiban mendidik anaknya. Jika
orang tua memiliki kemampuan terbatas maka mereka harus menyerahkan kepada
orang lain dan ahli dan dapat membantu tanggung jawab orang tua dalam mendidik
anak. Seorang anak akan mengerti akan tanggung jawab orang tua jika orang tua
memberikan arahan dengan cara merubah kesadaran dan nasehat karena nasehat
merupakan usaha untuk merubah kesadaran diri seseorang kearah yang lebih baik
agar mengikuti apa yang dikehendaki oleh orang tuanya.
b. Faktor Sekolah
Sekolah
adalah lembaga pendidikan formal, yang secara sengaja teratur dan terencana
melakukan pembinaan terhadap anak, fungsi sekolah tidak hanya memberikan
pengajaran dan pendidikan secara formal yang mempengaruhi pembinaan akhlak
anak, akan tetapi sekolah dengan semua tenaga dan alat pengajaran merupakan
pembinaan bagi anak. Maksudnya bahwa guru tidak hanya memberikan keterampilan
saja akan tetapi guru dapat menjadi contoh, tauladan sehingga anak didik
menjadi manusia yang mempunyai moral yang tinggi (budi pekerti yang baik),
karena “tugas guru dan pemimpin sekolah disamping memberikan pendidikan budi
pekerti dan keagamaan, memberikan pula dasar-dasar ilmu pengetahuan”.[18]
Dari
uraian di atas jelaslah bahwa betapa pentingnya peranan sekolah bagi
perkembangan dan pembinaan anak, sebab sekolah membekali anak didik dengan
berbagai keterampilan dan kebiasaan, pengalaman, sosial serta nilai-nilai
moral.
c. Faktor Masyarakat
Setiap
orang termasuk anak (menginjak remaja) hidup dalam lingkungan masyarakat.
Masyarakat merupakan wujud hidup bersama dengan orang lain dalam suatu
komunitas yang saling berinteraksi, bekerja sama saling pengaruh-mempengaruhi.
Pada
masa yang masih goncang pengaruh dari adanya interaksi dengan lingkungan
masyarakat tersebut sangat besar, kadang-kadang besarnya melebihi pengaruh
keluarga, oleh karena itu anak yang sedang labil / goncang sedang mengembangkan
kepribadiannya sangat memerlukan teman-teman dan masyarakat pada umumnya.
Pengaruh lingkungan masyarakat terutama teman-teman terhadap keagamaan
seseorang sangat besar sekali, misalnya : “Remaja ikut dalam kelompok tidak
sembahyang atau tidak peduli akan pelajaran agama, akan mau mengorbankan diri
dan keyakinannya, demi untuk mengikuti teman-teman sebayanya.”[19]
Dari
pendapat diatas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa masyarakat mempunyai
pengaruh yang sangat besar sekali terhadap anak apalagi jika pengaruh tersebut
berasal dari temannya, yang memang temannya tersebut memiliki kesamaan umur,
kecocokan hobi dan kebutuhan, kecenderungan yang sama yang membuat mereka
bersatu dalam satu pergaulan.
[1] Mahyuddin, Kuliah Akhlak Tasawuf, cet. 1-3, Kalam Mulia, Jakarta, 1994, hlm.
12
[2] Barnawie Umary, Materia Akhlak, cet IX, Ramadhani, Solo, 1993, hlm. 1
[3] Asmaran AS, Pengantar Studi Akhlak, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1994, Cet.
Ke 2, hlm 3
[4] Oemar M. Al-Toumy, Falsafah Pendidikan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, hlm. 324
[5] Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Toha Putra, Semarang, 1989, hlm. 960
[6] Ibid, hlm. 670
[7] Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam Membentuk Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta,
1982, hlm. 74
[8]
Barnawie Umary, Op. Cit, hlm. 44-47
[9] Ibid, hlm. 56-60
[10] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT Hidakarya, Jakarta 1983, hlm.
75
[11] Ibid, hlm. 76
[12]
Oemar M. Al-Toumy Al-syaibany, Op. Cit,
hlm. 320
[13]
Abuddin Nata, Akhlak tasawuf,
Rajawali Pres, Jakarta,
1996, hlm. 14
[14]
Zakiah Daradjat, Pendidikan Agama Dalam
Membentuk Akhlak, Bulan Bintang, Jakarta,
1982, hlm. 68
[15]
Tayar Yusuf dan Zahara Maskanah, Membina
Ketentraman Batin Melalui Akhlak Etika, IndHill-Co, Jakarta, hlm. 34
[16]
Zakiah Daradjat, Kesehatan Mental,
Gunung Agung, Jakarta,
1985, hlm. 128
[17] Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, Alih Bahasa, Muchtar Yahya, M. Sanusi k.
Latief, Jakarta, 1973, hlm. 188
[18] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, PT Al-Ma’arif, Bandung, 1980,
hlm. 80
Belum ada Komentar untuk "Kajian tentang Akhlak"
Posting Komentar
Mohon tidak mengirimkan SPAM ke Blog ini !
Saling Berbagi Sobat